Mereka sudah menciptakan kain hanya saja masih terkendala bahan. Kalau bahan belum bisa didatangkan dari Solo, biasanya mereka mengirimkan kain yang sudah di canting. Tapi kalau ada bahannya mereka buat sendiri.
Batik-batik yang mereka buat dijual dengan harga yang beragam, ada yang Rp 750 ribu, Rp 5 juta, Rp 10 juta tergantung kualitas kain dan motif dari batik itu.
"Bahkan kami menjual beberapa batik tulis seharga Rp 25 juta. Itu pun pengerjaannya selama tiga bulan biasanya ada pejabat yang pesan," ujar Chanry.
Batik khas dari Raja Ampat biasanya bercorak biota laut dan sumber daya alam dari laut. Karena "Raja Ampat merupakan gugusan pulau, serta tujuan wisata utama di Indonesia dan sudah diketahui internasional. Karena selain potensi wisata yang begitu besar, Raja Ampat juga punya potensi alam laut. Ada pra-sejarah di Raja Ampat. Ada banyak peninggalan-peninggalan pra-sejarah, bentuk lukisan dinding di goa-goa," lanjut Chanry.
Ikan, rumput laut, bintang laut, kerang, dan motif kupu-kupu menjadi ciri khas batik Raja Ampat. Sedangkan motif suling tambur menggambarkan adat-istiadat setempat.
"Pemasarannya di Raja Ampat, dan mulai membuka ruko di kota Sorong. Awalnya masih di rumah. Adalah sedikit uang untuk buka ruko, dan kami mulai mengembangkan. Buka di kota Sorong, karena di sana itu pintu gerbang Papua Timur. Kalau ada turis yang datang tapi tidak sempat ke Raja Ampat, jadi bisa mampir ke sana," ujar Chanry.
Untuk pembagian hasil dengan para pengrajin batik di Raja Ampat. Mereka masih menggunakan pembagiaan kekeluargaan. "Bisa dibagi dua. Kami melakukan pembagian seperti itu karena mereka punya kebutuhan yang berat. Mereka di sana juga tinggalnya jauh-jauh. Pembagiannya masih kekeluargaan." tutup Chanry. (Dennis Destryawan)