TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi perusakan dan pembakaran masjid di Tolikara, Papua saat umat muslim melaksanakan salat Idul Fitri dinilai kasus sensitif.
Warga pun diminta tidak terprovokasi adanya spekulasi bernada provokatif.
"Isu kekerasan atas rumah ibadah jelas sangat sensitif. Karena itu, kami mengimbau masyarakat untuk tidak termakan oleh spekulasi yang bernada provokatif yang biasanya menyebar lewat media sosial," kata Juru Bicara Partai Demokrat, Ulil Abshar Abdalla dalam pernyataan yang diterima Tribunnews, Sabtu(18/7/2015).
Menurut Ulil, saat ini hubungan antarumat beragama di Papua sangat baik dan damai, jangan sampai katanya adanya insiden pembakaran menjadikan suasana kedamaian rusak oleh ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
"Kami tahu hubungan antarumat beragama di Papua selama ini sangat baik dan damai. Suasana ini harus tetap dijaga, jangan sampai dirusak oleh tindakan sekelompok orang yang belum tentu mewakili sikap keberagamaan yang dominan di komunitas agama bersangkutan," kata Ulil.
Lebih jauh Ulil menjelaskan beribadah merupakan hak bagi setiap warga negara yang dilindungi oleh konstitusi. Perusakan atas rumah ibadah berlawanan dengan dasar konstitusional ini.
"Prinsip ini harus dijadikan dasar dalam melihat kehidupan keberagamaan di negeri kita"katanya.
Sebelum terjadinya aksi pembakaran masjid memang sudah menyebar isu dan kabar bernada provokasi di jaringan media sosial.
Namun, aparat keamanan seolah kurang merespon adanya provokasi tersebut.
Ulil pun menyayangkan sikap aparat keamanan yang dianggapnya kurang sigap mengantisipasi kejadian, padahal sudah ada indikasi-indikasi mengarah ke aksi anarkis.
"Oleh karena itu, aparat negara melalui aparat penegak hukumnya harus bertindak tegas atas pelaku pembakaran ini. Penegak hukum harus segera mengungkap apa yang sebetulnya terjadi di balik peristiwa ini sehingga memupus segala bentuk spekulasi yang bisa menjadi bahan provokasi di tengah-tengah masyarakat," ujarnya.