Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Munculnya calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah serentak 2015 sungguh ironis. Seharusnya partai politik bertanggung jawab melakukan kaderisasi untuk calon kepala daerah.
"Tentu sangat ironis apabila sebuah daerah hanya memiliki calon tunggal dalam pilkada. Defisit kepemimpinan itu menjadi tanggung jawab partai politik sebagai entitas yang berfungsi melakukan regenerasi kepemimpinan," ujar pengamat Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma), Imam Nasef kepada Tribunnews,com di Jakarta, Senin (27/7/2015).
Menurut Nasef lagi, jika sampai terjadi hanya ada calon tunggal pasangan kepala daerah di suatu daerah, maka partai politik dinilai gagal melakukan regenerasi kepemimpinan.
Secara yuridis ketentuan mengenai penundaan pilkada di daerah yang hanya memiliki calon tunggal dapat dipahami sebagai upaya menguatkan demokrasi di daerah. Bagaimana mungkin sebuah pemilihan dinilai demokratis apabila calonnya tunggal.
Tapi, ketentuan demikian sebenarnya membuka ruang terjadinya degradasi nilai demokrasi yang substantif. Sebab realitas politik dari pengalaman sejumlah pilkada menunjukkan calon yang berpotensi menjadi calon tunggal seringkali sudah 'mempersiapkan' calon lain sebagai 'calon boneka' yang akan menjadi lawan tandingnya.
"Kondisi demikian tentu akan menciptakan kontestasi politik yang artifisial, yang pada akhirnya mendegradasi nilai-nilai demokrasi subtantif," terang Nasef.