Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penyidik pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dianggap salah menafsirkan bukti permulaan dalam melakukan penyidikan sebuah perkara.
Demikian menurut pendapat pakar pidana dari Universitas Krisnadwipayana, Made Darma Weda. Ia dihadirkan tim hukum Dahlan Iskan sebagai ahli dalam sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (30/7/2015).
"Bukti permulaan maupun bukti permulaan yang cukup itu multitafsir, sehingga penafsirannya berbeda-beda. Polri saja masih bisa salah menafsirkannya," terang Made.
Menurut dia, keterangan saksi dapat menjadi salah satu unsur bukti. Namun, tak semua keterangan saksi dapat dijadikan bukti. Ada klasifikasi keterangan saksi digolongkan sebagai bukti.
"Tidak semua saksi dapat dijadikan alat bukti. Dan tidak etis apabila keterangan saksi yang statusnya sudah menjadi tersangka diambil seluruhnya," sambung Made.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyangka Dahlan terkait proyek pembangunan 21 gardu induk di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, sat masih menjabat direktur utama PLN.
Penetapan status tersangka Dahlan setelah jaksa penyidik mengembangkan keterangan 15 orang yang lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu pemeriksaan terhadap 37 orang saksi, dua ahli dari LKPP dan BPKP, dan 305 dokumen.
Tim hukum kejaksaan mengaku bukti-bukti yang ditemukan dari dokumen, keterangan tersangka, dan saksi, pembangunan 21 gardu induk ternyata mengerucut hingga ke Dahlan selaku orang nomor satu di PLN kala itu.
Dahlan diduga terlibat dalam pengajuan permohonan izin kontrak multiyears dengan menerbitkan surat fiktif seolah-olah lahan untuk pembangunan gardu induk telah tersedia atau tuntas.