Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengakui dalam RUU KUHP tercantum pasal mengenai penghinaan kepada kepala negara. Hal itu masih menimbulkan polemik di sejumlah kalangan.
"Namun kan itu masih rancangan. Belum tentu diterima oleh DPR seperti apa adanya," kata Arsul ketika dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Selasa (4/8/2015).
Politikus PPP itu mengatakan dalam pembahasaan atas pasal-pasal yang memiliki sensitivitas publik yang tinggi, DPR akan mendengarkan pendapat ahli dan akademisi. Contohnya, pasal penghinaan terhadap kepala negara.
"DPR akan dengarkan pendapat baik dari para ahli atau akademisi, praktisi hukum maupun kalangan masyarakat sipil yang memiliki concern atas pasal tersebut," kata dia.
"Ada baiknya melalui media, pasal tentang penghinaan kepada kepala negara itu menjadi diskursus publik sekarang, apalagi pada masa sidang Agustus ini RUU KUHP akan mulai dibahas," sambung Arsul.
Arsul tak melihat pasal tersebut sebagai titipan Presiden Joko Widodo atau Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sebab, pasal tersebut sudah tertuang pada pemerintahan sebelumnya.
PPP, kata Arsul, akan melakukan kajian cermat atas putusan MK terlebih dahulu sebelum menentukan sikap terhadap pasal tersebut: menolak atau menerimanya.
"Kita memastikan agar pasal itu tidak menjadi pasal karet yang dipergunakan untuk membungkam kritik terhadap presiden dan pemerintahannya. PPP masih mengkaji secara internal dan meminta pendapat teman-teman Aliansi Reformasi KUHP," jelasnya.