Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya angkat bicara mengenai pasal penghinaan kepada presiden. Pasal tersebut kembali diajukan pemerintahan Joko Widodo melalui draft RUU KUHP.
"Menanggapi apa yang sedang diperdebatkan masyarakat, penghinaan terhadap presiden, izinkan saya menyampaikan pandangan saya. *SBY*," tulis SBY melalui akun twitter @SBYudhoyono, Minggu (9/8/2015).
Ia mengatakan ada batasan kebebasan dan kekuasaan Oleh karenanya semua pihak jangan berkata dan bertindak melampaui batasan yang ada. "Disatu sisi, perkataan dan tindakan mengjina, mencemarkan nama baik dan apalagi memfitnah orang lain termasuk kepada presiden itu tidak baik," kata Ketua Umum Demokrat itu.
Disisi lain, kata SBY, penggunaan kekuasaan yang berlebihan untuk memperkarakan orang yang dinilai menghina juga tidak baik. Ia mengingatkan penggunaan hak dan kebebasan termasuk menghina orang lain ada batasannya. "Pahami Universal Declaration of Human Rights dan UUD 1945," tuturnya.
SBY menuturkan dalam alam demokrasi memang masyarakat bebas bicara dan melakukan kritik. Termasuk kepada presiden. Namun, hal itu tidak harus dengan menghina dan mencemarkan nama baiknya. Sebaliknya, kata SBY, siapapun termasuk presiden memiliki hak untuk menuntut seseorang yang menghina dan mencemarkan nama baiknya. Meskipun tidak berlebihan.
"Pasal penghinaan, pencemaran nama baik dan tindakan tidak menyenangkan tetap ada 'karetnya' artinya unsur subyektifitasnya," kata SBY.