Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung tak mau gegabah menyita aset Yayasan Supersemar pascaputusan Mahkamah Agung yang mengabulkan peninjauan kembali Kejaksaan Agung terhadap Presiden Soeharto, ahli waris dan Yayasan Supersemar.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan belum bisa melakukan penyitaan aset karena sampai sekarang belum menerima salinan putusan MA dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Banyak pihak yang harus diajak bicara dalam masalah ini, kami akan terus berkoordinasi dengan PN Jaksel yang juga masih menunggu keluarnya salinan putusan MA," ujar Prasetyo di Jakarta, Kamis (13/8/2015).
Kejaksaan berjanji segera menyita aset Soeharto, ahli waris dan Yayasan Supersemar sebesar Rp 4,4 triliun, usai menerima salinan putusan MA. Namun jaksa lebih dulu memverifikasi jumlah aset, nilai dan di mana saja ditempatkan.
Wakil Ketua MA Bidang Nonyudisial, Suwardi, bersama anggota majelis hakim Soltony Mohdally dan Mahdi Soroinda Nasution memutuskan mengabulkan gugatan Kejaksaan Agung terhadap mantan Presiden Soeharto. Vonis diputuskan pada 8 Juli 2015.
Kasus bermula saat Presiden Soeharto mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 yang menentukan lima dari 50 persen sisa bersih laba bank negara disetor ke Yayasan Supersemar.
Namun pihak Yayasan Supersemar tidak memenuhi pembayaran kas negara sebesar 5 persen dari total laba yang dihasilkan sesuai ketentuan yang disepakati. Akibatnya negara diperkirakan merugi sebesar 315 juta dolar Amerika dan Rp 139,438 miliar.
Berdasar putusan tersebut, MA mewajibkan Yayasan Supersemar membayar ganti rugi dan denda Rp 4,4 triliun dengan teknis yang akan diatur oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai pengadilan tingkat pertama.