News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kejagung Didesak Bongkar Kasus Penggelapan Aset BPPN Tahun 2003 Silam

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kasubdit Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Kejagung, Sarjono Turin.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung diminta segera membongkar semua kasus terkait pembelian hak atas piutang (cessie) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada tahun 2003 silam.

“Artinya kalau jaksa agung mau fair seharusnya bongkar semua, siapa-siapa dulu yang dengan murah dengan hangky pangky,” ujar Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo dalam pernyataannya, Senin(24/8/2015).

Menurut Bambang, kejaksaan agung jangan bersikap setengah hati untuk membongkar kasus di BPPN tersebut termasuk jika melibatkan petinggi partai politik penguasa sekalipun.

“Makanya saya katakan tadi, Jaksa Agung jangan hanya bertindak setengah-setengah, bongkar semua. Siappun pengusaha yang dekat dengan kekuasaan sekarang atau tidak di bongkar. Agar Jaksa Agung independen dan clear di dalam membongkar kejahatan, bukan bongkar kejahatan yang di seleksi," ujar dia.

Desakan agar kasus-kasus cessie di BPPN pada tahun 2003 silam berawal dari penggeledahan PT Victoria Securities Indonesia.

Belakangan, PT Victoria Securities Indonesia mengadukan penyidik Kejaksaan Agung yang dipimpin Sarjono Turin ke DPR.

Pengaduan dilakukan menyusul dugaan salah geledah yang dilakukan Tim Satuan Tugas Khusus terkait kasus pembelian aset BTN melalui BPPN.

Namun pihak Kejaksaan Agung menanggapi tudingan salah geledah tersebut dengan menyebut apa yang dilakukan Sarjono Turin Cs sudah sesuai prosedur.

Bahkan korps adhyaksa menilai pihak Victoria Securities Indonesia berbohong dengan menyebut bahwa penggeledahan yang dilakukan Tim Satuan Tugas Khusus salah alamat.

Perkara ini bermula saat sebuah perusahaan bernama PT Adistra Utama meminjam Rp 469 miliar ke BTN untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektare sekitar akhir tahun 1990.

Saat Indonesia memasuki krisis moneter 1998, pemerintah memasukan BTN ke BPPN untuk diselamatkan.

Sejumlah kredit macet kemudian dilelang, termasuk utang PT AU. PT Victoria Sekuritas Indonesia membeli aset itu dengan harga Rp 26 miliar.

Seiring waktu, PT AU ingin menebus aset tersebut dengan nilai Rp 26 miliar. Tapi, PT VSI menyodorkan nilai Rp 2,1 triliun atas aset itu.

Tahun 2012, PT AU kemudian melaporkan PT VSI ke Kejaksaan Tinggi DKI atas tuduhan permainan dalam penentuan nilai aset itu. Saat ini, kasus tersebut diambil alih oleh Kejaksaan Agung.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini