News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Hak Tagih BPPN, Anggota DPR: Kenapa Kasus Lama Diungkap Lagi oleh Kejagung ?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Surat laporan PT Victoria Sekuritas Indonesia yang akan mengadukan perlakuan Kejaksaan Agung yang salah menggeledah perusahaan itu. Aduan akan dilakukan ke DPR

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penanganan kasus dugaan korupsi penjualan hak tagih (cessie) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang ditandai dengan adanya dugaan salah geledah di kantor Victoria Securities Indonesia dipertanyakan.

Sebab, kasus tersebut sudah terjadi sangat lampau dan diangkat kembali oleh Kejaksaan Agung melalui tim satuan tugas khusus pimpinan Sarjono Turin.

"Yang jadi soal dalam proses hukum ini, kenapa kasus yang telah lama ini diangkat, lalu bagaimana dengan kasus lainnya, itu yang menjadi esensi dari kasus ini. Akhirnya menimbulkan kecurigaan terhadap kejaksaan," ujar Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa dalam pernyataannya, Selasa(25/8/2015).

Desmon mengatakan dalam penanganan kasus tersebut Kejaksaan Agung jangan sampai dianggap main-main dan ini menjadi tantangan untuk korps Adhyaksa untuk mengungkap semuanya yang terlibat termasuk para petinggi partai politik kroni-kroninya pada saat perkara tersebut terjadi.

"Iya inilah menjadi tantangan Kejaksaan jangan ada kesan kalau tidak ada tindak lanjutnya artinya jaksa agung main-main. Bagaimana dengan kasus-kasus yang hari ini masih banyak pertanyaan seperti kasus BLBI itu. Menurut saya ini harus dituntaskan," kata Desmon.

Lebih jauh Politisi Partai Gerindra ini menjelaskan bahwa Komisi III DPR saat RDP dengan Jaksa Agung akan mempertanyakan hal-hal tersebut.

"Itu akan kita agendakan dengan jaksa agung segera, namun untuk jadwal pastinya disusun sekertariat komisi," kata Desmon.

Untuk diketahui, perkara dugaan korupsi penjualan hak tagih (cessie) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) bermula saat sebuah perusahaan bernama PT Adyaesta Ciptatama meminjam sekitar Rp266 miliar ke BTN untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektare sekitar akhir tahun 1990.

Saat Indonesia memasuki krisis moneter 1998, pemerintah memasukkan BTN ke BPPN untuk diselamatkan.

Sejumlah kredit macet kemudian dilelang, termasuk utang Adyaesta. Victoria Securities International Corporation (VSIC) kemudian membeli aset itu dengan harga Rp 32 miliar.

Seiring waktu, pihak Adyaesta ingin menebus aset tersebut, namun, VSIC menyodorkan nilai Rp2,1 triliun atas aset itu. Pasalnya, nilai utang tersebut setelah dikalkulasi dengan jumlah bunga dan denda, saat ini sudah bernilai Rp3,1 triliun.

Pada 2013, pihak Adyaesta melalui kuasa hukumnya Jhonson Panjaitan kemudian melaporkan VSIC ke Kejaksaan Tinggi DKI atas tuduhan permainan dalam penentuan nilai aset yang dinilai merugikan negara.

Saat ini, kasus tersebut diambil alih oleh Kejaksaan Agung.

Pengamat Ekonomi Politik dari Center of Budget Analysis, Ucok Sky Khadafi, menilai, jika melihat asal muasal permasalahannya, sejak awal seharusnya pihak Adyaesta yang merasa dirugikan mengadu ke OJK, bukan ke Kejagung karena yang berwenang dalam persoalan yang dituduhkan ini adalah OJK.

“Tapi disinyalir tidak berani mengadu ke OJK karena kan ini penyebabnya cuma Adyaesta yang mau ‘buy back’, VSIC sudah setuju untuk jual, tapi dengan harga Rp2,1 triliun. Sementara Adyaesta mau nya Rp32 miliar. Kemudian disitulah mulai kasus ini terjadi. Intinya, Kejaksaan itu kalau melakukan penyelidikan atau penggeledahan terhadap perbankan atau jasa keuangan, harus kerja sama dengan OJK,” kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini