TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Hanura, Syarifuddin Suding heran dengan dimutasinya Budi Waseso dari jabatan Kabareskrim.
Menurut Suding, Budi Waseso telah berhasil mengembalikan kepercayaan publik soal penegak hukum ketimbang Jaksa Agung HM Prasetyo.
Suding menilai, kinerja Bareskrim Polri dibawah kepemimpinan Budi Waseso dalam mengusut kasus korupsi jauh lebih baik dibandingkan dengan Kejaksaan Agung.
Menurutnya, dalam menangani kasus korupsi, dia melihat Bareskrim di bawah Buwas sudah berada di jalur yang benar.
"Seharusnya dilihat dari sisi kinerja. Jangan lalu kemudian kinerja orang yang baik, katakanlah betul-betul ‘on the track’ dalam hal melakukan suatu penegakan hukum, lalu kemudian yang bersangkutan di copot," kata Suding kepada wartawan, Jumat (4/9/2015).
Suding menuturkan, dimutasinya Buwas merupakan sebuah pesta besar bagi koruptor. Menurutnya, dimutasinya Buwas menimbulkan preseden buruk.
"Menurut saya (pemutasian Buwas) ini suatu langkah mundur. Dan ini suatu preseden buruk dan saya kira ini kemenangan mafia terhadap penegakan hukum yang dilakukan bangsa ini," tuturnya.
Hal yang sama juga dikatakan Anggota Komisi III DPR RI dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Jamil. Menurutnya, kinerja Bareskrim belakangan ini lebih baik dari penegak hukum lainnya.
"Iya itulah saya katakan (kinerja Bareskrim lebih baik dari Kejagung). Seharusnya memang Kabareskrim harus diapresiasi, dia sudah mencoba mengembalikan kepercayaan publik terhadap polisi," kata Nasir.
Nasir menduga, ada 'main' antara Direktur Utama PT Pelido II, RJ Lino dengan elite di negeri ini. Hal itu terungkap ketika Bareskrim menggeledah kantor Pelindo II, termasuk ruangan RJ Lino.
"Pada waktu penggeledahan itu Lino marah besar, dan mengatakan bahwa ada orang kuat yang melindunginya," katanya.
Nasir menilai wacana pencopotan Jenderal berbintang tiga itu, sangat kental dengan kepentingan kelompok, bahkan partai. "Bahwa memang ini ada pertentangan, persaingan, antara kelompok ini kelompok itu, partai ini partai itu," tutur Nasir.
Dalam penanganan kasusnya, Kabareskrim memang telah mengusut beberapa kasus korupsi yang terbilang besar. Sebut saja kasus dugaan korupsi dalam penjualan kondensat bagian negara oleh BP Migas, yang diduga menimbulkan kerugian negara lebih dari Rp 2 triliun.
Selain itu, yang kini tengah disorot adalah pengusutan perkara dugaan korupsi yang terjadi di internal PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II), yang nilai proyeknya mencapai ratusan miliar. Kasus tersebut kabarnya, berkaitan erat dengan penguasa di negeri ini.
Berbeda dengan pihak Kejaksaan, dimana saat ini tengah mengusut kasus penjualan hak tagih (cessie) BPPN. Jika dilihat dari nilai uangnya, kasus ‘cessie’ BPPN yang ditangani Kejagung, sangat jauh berbeda dengan perkara yang ditangani Bareskrim, yang hanya mencapai Rp 32 miliar.
Terlebih dalam mengusut kasus BPPN itu, Kejagung dinilai telah salah melakukan penggeledahan, bahkan, HM Prasetyo Cs dinilai telah tebang pilih. Pasalnya dalam kasus ‘cessie’ BPPN, Kejagung hanya berani menyeret satu perusahaan yakni Victoria Securities International Indonesia.
Padahal, dalam kasus tersebut diyakini masih ada perusahaan-perusahaan besar lainnya, bahkan keterlibatan mantan Kepala BPPN, Syarifuddin Tumenggung pun tidak ditelusuri, berbeda dengan Bareskrim yang sudah terang-terangan menegaskan bakal memeriksa RJ Lino di kasus Pelindo II.