"Soal itu saya serahkan kepada publik, saya tidak ingin menilai. Yang saya nilai itu ada yang tidak benar dalam proses pencalonan," paparnya.
Dimyati menambahkan, seharusnya KPUD Kalteng tidak perlu repot-repot melakukan uji forensik jika KPUD Kalteng bersikap tegas, yakni menolak pencalonan yang menggunakan dokumen palsu.
"Buat apa uji forensik, kami sudah tegaskan itu (dokumen) palsu. Jadi, seharusnya KPUD tidak perlu repot-repot," tegasnya.
Sementara itu, anggota Bawaslu Kalteng Lerry Bungas mengingatkan, KPUD Kalteng untuk melaksanakan amar putusan Sidang Musyawarah sengketa Pilada –jika tidak ingin dianggap telah melanggar kode etik.
“Amar putusan sudah jelas, tidak mungkin KPUD tidak mengerti poin-poin hasil sidang majelis musyawarah sengketa pilkada. Jadi, KPUD harus cepat kerjanya, berani menentukan sikap sebagai resiko pekerjaan,” katanya di Palangkaraya.
Menurut Lerry, jika tidak berani mengambil sikap dalam perkara ini, KPUD nantinya sangat mungkin terjerat masalah hukum, apalagi jika maalah ini dibiarkan berlarut-larut tanpa ada kepastian. Karena itu, pihaknya meminta KPU cepat menjalankan hasil sidang Bawaslu, bukan malah membiarkan persoalan terus berkembang.
“Hendaknya jangan sampai mendekati atau setelah 9 Desember 2015. Sebenarnya, keputusan yang sudah dibuat itu, harus segera ditindaklanjuti oleh KPU dalam waktu tujuh hari. Jika tidak ada tindaklanjutnya, maka KPU dianggap melanggar Kode Etik,” tandasnya.
Diingatkan pula, sesuai aturan yang ada dalam Undang-Undang Pilkada, bahwa jika terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik, bisa berujung pencopotan terhadap seluruh Komisioner KPU.
Lebih jauh diungkapkan Lerry, Bawaslu Kalteng sudah melakukan verifikasi sebanyak dua kali, yaitu tanggal 13 Agustus 2015 dan 14-20 Agustus 2015 ke Dewan Pimpinan Pusat PPP terkait SK Nomor 30 KPU atas nama Ujang-Jawawi.
“Intinya, Bawaslu Kalteng sudah melaksanakan amanat sepenuhnya. Kini, tinggal KPU Kalteng saja, mau atau tidak melaksanakan itu,” kata Lerry.