TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memastikan pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi pelaku penyanderaan warga negara Indonesia di Papua Nugini.
Namun demikian, Retno belum memastikan pelaku kelompok bersenjata yang menyandera dua WNI terafiliasi dengan Organisasi Papua Merdeka.
"Informasi sementara yang kita terima pelaku adalah kelompok bersenjata yang terafiliasi dengan kelompok-kelompok yang selama ini sering menyuarakan tuduhan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua," kata Retno di Jakarta, Jumat (18/9).
Dua WNI yang disandera diketahui bernama Sudirman dan Badar. Mereka dibebaskan setelah Presiden Joko Widodo berbicara dengan Perdana Menteri Papua Nugini Peter O'Neill Kamis (17/9) sore.
Dua WNI ini lalu diserahkan ke Konsulat Jenderal Indonesia di Vanimo, Papua Nugini, sekitar pukul 08.00 waktu setempat. Dari Konsulat Vanimo, Badar dan Sudirman dibawa ke perbatasan untuk diserahkan kepada Panglima Daerah Militer Cenderawasih.
Sudirman dan Badar ditengarai bekerja sebagai penebang kayu di Skofro, Distrik Keerom, Papua, yang berbatasan dengan Papua Nugini.
Mereka disandera sejak 9 September lalu. Kelompok bersenjata yang menawan Sudirman dan Badar meminta pertukaran sandera dengan dua teman mereka yang ditahan Kepolisian Daerah Papua karena kasus narkotika.
Wakil Presiden Jusuf Kalla berterima kasih kepada Pemerintah PNG setelah dua WNI berhasil dibebaskan dari penyanderaan. Kalla menyebut, tidak ada barter terkait pembebasan dua WNI.
"Ndak. Tidak ada sama sekali (barter)," katanya.
Ia menjelaskan, pembebasan dua WNI berkat kerjasama pemerintah Indonesia dengan pemerintah PNG. "Sekali lagi, inikan upaya bersama. Tentu, Indonesia membebaskan tentu dengan persetujuan ataupun perintah PNG, kita berterimakasih atas kerjasama itu," ucapnya.
Ketua DPR RI Setya Novanto mengapresiasi pembebasan dua WNI. Politikus Golkar itu menilai keberhasilan pembebasan dua WNI tidak terlepas dari langkah cepat pemerintah Indonesia.
"Saya juga sangat mengapresiasi sikap Pemerintah dalam hal ini TNI dan Polri juga sangat tanggap dan sigap dengan membentuk pasukan penyelamatan khusus yang langsung "stand by" di perbatasan antara Indonesia dengan Papua Nugini," urainya.
Panglima Angkatan Bersenjata Papua Niugini (PNGDF) Brigadir Jenderal Gilbert Toropo menyebut, pasukan PNGDF berhasil membebaskan kedua pria tersebut hari Kamis malam setelah sebelumnya perundingan dengan kelompok OPM gagal membuahkan hasil.
"Kami mengharapkan bahwa mereka dibebaskan pada tanggal 17 September, tengah hari. Namun, itu tidak terjadi," kata Toropo kepada ABC.
"Jadi PNGDF diperintahkan untuk bergerak mendekati lokasi kejadian untuk membebaskan kedua sandera. Hasilnya adalah, ketika pasukan kami masuk ke sana, para anggota OPM lari masuk ke hutan."
Menurutnya, kedua WNI diserahkan beberapa perempuan yang diduga bagian dari kelompok bersenjata. "Kami ketika itu masih mencari lokasi kedua sandera, dan beberapa perempuan yang menyadari bahayanya keadaan kemudian membawa sandera," tambahnya.
Toropo mengatakan, satu orang ditahan, dan tidak ada "tembakan senjata yang dilepaskan" dalam operasi yang berlangsung di dekat Vanimo tersebut. "Kami ingin melakukan operasi ini sebaik mungkin untuk menghindari adanya korban," ucapnya.
Pihak Kantor Perdana Menteri PNG Peter O'Neill mengatakan, kedua warga Indonesia ini dalam keadaan sehat, dan sudah dibawa ke sebuah rumah sakit terdekat. (tribunnews/kps/fer)