Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo MALAU
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa calon tunggal adalah bagian dari pengedepankan penghargaan atas hak konstitusi publik dalam penyelenggaraan Pilkada.
"Saya rasa apa yang diputuskan oleh MK adalah bagian dari skema untuk tetap mengupayakan terjaganya hak politik publik," ujar Muradi, Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Bandung, kepada Tribun, Selasa (29/9/2015).
Keputusan MK ini juga bagian dari upaya menghindari tersanderanya hak politik publik dalam pemilukada, karena publik memiliki alternatif apakah setuju dengan calon tunggal tersebut atau sebaliknya.
"Langkah ini juga mengembalikan proses politik ke publik sebagai bagian dari hak warganegara," jelasnya.
Keputusan MK ini juga mengurangi kemungkinan ancaman kebuntuan demokasi yang akan merugikan publik untuk mendapatkan pemimpinnya.
"Dengan kata lain, keputusan MK ini harus diapresiasi dan dengan demikian secara praktik politik kpu bisa menjalankan keputusan tersebut bersamaan dengan pelaksanaan pemilukada serentak lainnya," tandas Muradi.
Berkaitan kekuatiran akan terjadinya situasi publik memilih bukan calon tunggal dan terus berulang dan tidak ditemukan calon yang tepat, maka menurutnya, secara faktual usia demokrasi di indonesia masih belum dewasa dan matang.
Sebab, kata dia, mengajukan model referendum dalam memutuskan menerima atau menolak calon adalah bagian dari penguatan kesadaran pentingnya melakukan kontrak politik baru bagi figur pemimpinnya tersebut.
Jikapun kemudian publik merasa bahwa calonnya tidak layak dan pas, imbuhnya, maka paham skema demokrasi yang baik, keharusan untuk tetap menjaga agar demokrasi dipraktikkan dengan pendekatan perkuatan kesadaran bahwa mencari pemimpin tidak seideal yang diharapkan.
"Hakikat demokrasi adalah bagaimana memperbarui kontrak politik untuk durasi dan waktu tertentu. Pada konteks ini pula pemerintah harus memastikan agar proses politik yang dilakukan tidak kembai tersandera kepentingan politik sesaat," tegasnya.
Artinya pemerintah harus segera memagari potensi terancamnya demokrasi tersebut dengan mengujinya pada pilkada serentak tersebut.
"Jika situasinya seperti yang dikuatirkan, maka pasca pemilukada serentak, perlu kiranya presiden pada akhirnya mengeluarkan perppu dan atau mengajukan draft revisi atas uu pemilukada tersebut," pumgkasnya.