News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Setahun DPR RI

Catatan Hitam Setahun DPR dari Sisi Anggaran Versi FITRA

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Yenny Sucipto, Sekretaris Jenderal Fitra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) memberi catatan hitam untuk pelaksanakaan fungsi anggaran (budgeting) DPR RI periode 2014-2019 setahun masa kerjanya.

Demikian disampaikan Sekjen FITRA, Yenny Sucipto dalam keterangan pers yang diterima Tribun, Kamis (1/10/2015).

"Menurut kami setahun ini pelaksanaan fungsi budgeting dari DPR belum ada yang positif," kata Sekjen FITRA, Yenny Sucipto.

Menurut Yenny, terjadi dinamika politik anggaran sangat cepat dan banyak menimbulkan kontroversi dalam setahun awal masa tugas DPR 2014-2019.

Ada enam catatan FITRA mengenai kinerja DPR dalam satu tahun awal masa kerjanya. Secara keseluruhan, pihak DPR condong menjalankan politik anggaran untuk diri sendiri dan tidak pro rakyat.

Pertama, DPR tidak menggunakan kewenangan penganggaran dengan landasan memperjuangkan kepentingan rakyat dalam APBN Perubahan 2015.

Akibatnya, terjadi ketimpangan alokasi kesejahteraan antara kelompok menengah ke atas dan rakyat jelata. Yakni, DPR menyetujui pemangkasan subsidi, tetapi belanja pegawai tetap naik.

Dalam APBN-P 2015, perubahan kebijakan belanja terbesar adalah adanya pemotongan anggaran untuk subsidi energi sebesar Rp 186,3 triliun, dari alokasi sebesar Rp 344,7 triliun pada APBN 2015 menjadi Rp 158,4 triliun.c

Pemotongan besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah juga diasumsikan dapat mengurangi daya saing industri nasional.

Dan dengan terjadinya peningkatan indeks gini 2001–2014 dari 0,32 menjadi 0,43, pengurangan subsidi energi dapat berkontribusi pada melebarnya kesenjangan kaya dan miskin di tengah rakyat.

Kedua, proses pembahasan anggaran di DPR masih berpotensi membuka ruang transaksional.

Akibatnya, pengawasan anggaranpun menjadi mandul terkait misalnya terkait PMN BUMN dan hutang 500 triliun untuk BUMN dari Cina.

Misalnya, DPR meloloskan Penyertaan Modal Negara (PMN) BUMN sebesar Rp 63 triliun tanpa proposal dari menteri BUMN terkait tata kelola BUMN yang jelas.

Akibatnya, PMN disinyalir hanya sebagai sarana bancakan politisi tanpa ada dampak pendapatan Negara dari PNBP BUMN.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini