TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung dianggap mengabaikan putusan praperadilan No.81/Pid.Prap/2015/PN.JKT.SEL, tanggal 20 September 2015 dengan melakukan lagi penggeledahan di kantor PT Victoria Securities Indonesia (VSI).
"Seharusnya, mengingat pertimbangan hakim dalam putusan praperadilan No.81/Pid.Prap/2015/PN.JKT.SEL, tanggal 20 September 2015, sudah jelas bahwa hukum mensyaratkan adanya penetapan pengadilan jika ingin melaksanakan penggeledahan dan penyitaan," ujar Kuasa Hukum PT VSI Primadita Wirasandi dalam pernyataannya, Sabtu(17/10/2015).
Menurut Primadita, Kejaksaan Agung selaku penegak hukum seharusnya tak mengabaikan putusan itu.
Dia pun berpesan, agar posisi dan wewenang yang telah diberikan tersebut jangan sampai digunakan hanya demi memuaskan ego dan dendam pribadi segelintir jaksa-jaksa yang dapat dengan mudahnya mengorbankan nama baik Kejaksaan Agung.
"Sangat disayangkan, sama halnya itu merusak citra penegakan hukum Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo," katanya.
Pihak Kejaksaan Agung sebelumnya melakukan serangkaian penggeledahan yang tak didasari surat dari pengadilan.
Bahkan, penggeledahan itu salah alamat. Kemudian, pihak VSI pun melayangkan gugatan praperadilan atas tindakan arogan Kejagung ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Telak, pihak VSI pun memenangkan gugatan praperadilan itu, dan penggeledahan yang dilakukan pihak Kejagung tidak sah.
Dalam amar putusan itu disebutkan, penggeledahan yang dilakukan Kejagung harus disertai dengan izin Ketua Pengadilan setempat.
Sudah kalah telak, Kejagung belakangan kembali melakukan seraingkaian penggeledahan di kantor VSI pada tanggal 9 Oktober 2015.
Penggeledahan yang dilakukan pihak Kejagung itu pun sama seperti penggeledahan pada tanggal 12-13-14 dan 18 Agustus 2015, tidak disertai dengan surat dari Pengadilan.