Laporan Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Organisasi Islam Muhammadiyah menolak keinginan pemerintah menetapkan Hari Santri Nasional.
Rencananya HSN akan dideklarasikan pada tanggal 22 Oktober di Masjid Istiqlal, dan dihadiri langsung oleh Presiden Jokowi serta Menteri Agama, Lukman Hakim.
Penolakan tidak hanya dengan mengeluarkan pernyataan, melainkan juga mengirim surat kepada Presiden Jokowi.
(Baca juga : Gubernur Ganjar Pranowo Bilang Hari Santri itu Luar Biasa)
Surat yang dibuat PP Muhammadiyah tanggal 19 Oktober 2015, itu ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah dan ditujukan kepada Presiden Jokowi.
Haedar Nashir juga mengemukakan alasan-alasan pihaknya menolak penetapan hari santri tersebut.
Diterangkan Haedar, Pimpinan Pusat Muhammadiyah dapat memahami dan menghargai komitmen Presiden untuk menetapkan Hari Santri guna memenuhi janji politik dan memberikan penghormatan terhadap jasa umat Islam dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
"Akan tetapi, dalam pandangan kami penetapan Hari Santri potensial menimbulkan sekat-sekat sosial, melemahkan integrasi nasional, dan membangkitkan kembali sentimen keagamaan lama yang selama ini telah mencair dengan baik," tulis Haedar dalam surat tersebut.
Selama ini, lanjut Haedar, umat Islam, termasuk di dalamnya Muhammadiyah, berusaha meminimalkan bahkan jika mungkin menghilangkan sekat-sekat tersebut.
Pasalnya, secara politik dan historis sangat kontra produktif serta bertentangan dengan semangat persatuan bangsa.
"Penetapan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober juga dapat menimbulkan kontroversi, membangkitkan sektarianisme, dan secara historis dapat mengecilkan arti perjuangan umat Islam yang berjuang membentuk dan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujarnya.
Masih dalam surat yang sama, Haedar bahkan mengambil contoh bahwa Presiden Soekarno secara pribadi adalah seorang santri.
Karena itu penetapan Hari Santri pada 22 Oktober dapat menafikan peran para santri dan kalangan Islam yang tidak terlibat dalam peristiwa 22 Oktober.