Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla berumur satu tahun pada 20 Oktober 2015.
Komisi Informasi Pusat (KIP) menilai keterbukaan informasi setahun pemerintahan Jokowi-JK masih terabaikan.
"Baik dari ukuran kuantitatif maupun kualitatif, dalam menjalankan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, pemerintah belum mencapai target dan bahkan visi, misi, dan program aksi saat berkampanye tahun 2014," kata Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono dalam keterangannya, Senin (19/10/2015).
Padahal dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2020, keterbukaan informasi menjadi elemen penting.
Tetapi dalam prakteknya keterbukaan informasi publik masih tak terkonsolidasi dan tak tercermin dalam penetapan kebijakan.
Contohnya, harga BBM yang sering menyulut emosi publik saat akan dinaikkan dan diturunkan, tidak pernah disertai dasar hitungan yang jelas dan tanpa proses sebelumnya yang cukup waktu lalu diumumkan ke publik.
Akibatnya polemik berkepanjangan selalu menyertai.
Selain itu, kata Abdulhamid, pengelolaan informasi bencana kebakaran dan asap juga kurang baik.
Hingga kini informasi tentang penyebab kebakaran, luasan bencana dan dampaknya, berapa korban terdampak, apa langkah untuk menanganinya, bagaimana evakuasi dan prosedurnya.
"Bagaimana mengatasinya, sejauh mana hukuman diterapkan bagi yang menyebabkan bencana, dan seterusnya, tak pernah disampaikan secarah lengkap kepada publik," lanjutnya.
Begitu juga informasi tentang konflik sosial yang terjadi di Tolikara Papua dan Singkil Aceh, tak dikelola dengan baik oleh kementerian terkait.
Akibatnya simpang siur informasi terjadi dan menyisakan tanya di masyarakat.
Sedangkan, dari sisi kuantitatif, dari 694 badan publik pemerintah baru 341 badan publik (49,14 persen) yang menunaikan kewajiban menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sesuai perintah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008,
Hanya kementerian yang berjumlah 34 telah menunjuk PPID 100 persen.
Sedangkan untuk lembaga pemerintah non-kementerian dari 129 lembaga,badan dan komisi yang ada, baru ditunjuk 43 PPID atau 33,33 persen.
Demikian juga untuk pemerintah provinsi,baru 30 dari 34 provinsi (88,24 persen) yang menunjuk PPID dan untuk pemerintah kabupaten/kota baru ditunjuk 234 dari 497 kabupaten/kota (47,08 persen).
"Hal ini memprihatinkan karena menurut ketentuan UU KIP, seluruh Badan Publik harus sudah menunjuk PPID paling lama dua tahun setelah UU dilaksanakan," katanya.