TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puluhan juru kamera dan fotografer media massa langsung membidik sesaat penyidik KPK mengangkat bungkus keripik dalam jumpa pers Operasi Tangkap Tangan (OTT) anggota DPR, Dewie Yasin Limpo (DYL) di kantor KPK, Jakarta, Rabu (21/10/2015).
Kilatan cahaya atau blitz kamera pun saling bersahutan saat penyidik tersebut mengeluarkan amplop cokelat dari dalam bungkus keripik berwarna hijau.
Nah, dari dalam amplop tersebut penyidik mengeluarkan gepokan uang kertas sebanyak 177.700 Dolar Singapura atau sekitar Rp1,7 miliar.
"Jadi, ini ditempatkan di dalam sebuah tas, ini (kondisi) aslinya," kata Plt pimpinan KPK, Johan Budi saat memimpin jumpa pers.
Johan menceritakan, uang tersebut merupakan barang bukti yang ditemukan Tim Satgas dalam OTT terhadap enam orang di sebuah restauran Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Selasa (20/1/2015) pukul 17.45 WIB.
Kelimanya yaitu, Setiadi dan Hari selaku pengusaha, anggota Brimob Devianto selaku ajudan dari Setiadi, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Deiyai Papua berinisial Iranius, dan Sekretaris Pribadi Dewie Yasin Limpo berinisial Rineldo Bandaso dan seorang sopir mobil rental.
Mereka ditangkap oleh tim KPK I usai serah terima uang dari Setiadi dan Hari kepada Rinelda Bondaso selaku orang suruhan dari Dewie Yasin Limpo.
"Selain uang dalam bentuk dolar Singapura, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan handphone," jelas Johan.
Pada waktu bersamaan atau pukul 19.00 WIB, Tim Satgas II menangkap Dewie Yasin Limpo dan staf ahlinya, Bambang Wahyu Hadi di Terminal Keberangkatan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten.
"Jadi, kebetulan Ibu DYL dan BWH itu mau keluar kota," kata Johan.
Selanjutnya, delapan orang tersebut dibawa ke kantor KPK untuk dilakukan pemeriksaan.
Hasil pemeriksan, penyelidikan dan temuan alat bukti oleh KPK, disimpulkan pemberian uang Rp1,7 miliar tersebut merupakan suap terkait megaproyek pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua Kementerian ESDM Tahun Anggaran 2016.
Uang tersebut diduga baru 50 persen pertama untuk pemulusan anggaran megaproyek Kementerian ESDM Tahun 2016 tersebut.
Setelah dilakukan pemeriksaan 1x24 jam, pihak KPK menetapkan Iranius dan Setiadi sebagai tersangka pemberi suap.
Sementara, Dewie Yasin Limpo dan dua anak buahnya, Rineldo Bandaso dan Bambang Wahyu Hadi, disangkakan sebagai penerima suap.
Adapun tiga orang lainnya, yakni pengusaha Hari, anggota brimob Devianto dan sopir mobil rental dilepaskan karena tidak cukup bukti terlibat praktik suap tersebut.
"Saat ini, penyidik masih melakukan pemeriksaan intensif kepada para tersangka. Untuk yang lain dipulangkan," katanya.