Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi IV DPR, Edhy Prabowo, tak mempersoalkan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat, tapi seharusnya mempertimbangkan kondisi dalam negeri yang masih diselimuti kabut asap.
"Dalam hal ini presiden ke Amerika Serikat memang ada aturannya, itu oke saja. Penting ke Amerika, tetapi kenapa tidak reschedule?" tanya Edhy kepada wartawan di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Senin (26/10/2015).
Fraksi Gerindra, kata Edhy, menilai kebakaran hutan dan lahan sebagai bencana nasional. Apalagi, penanganan kasus tersebut hingga kini belum terselesaikan. "Riau kabut asap, sudah ada pesawat mendarat? Belum," kata dia.
Mengenai status bencana nasional akan menguntungkan pelaku pembakaran, Edhy membantahnya. Ia menuturkan upaya pemerintah tidak akan meninggalkan penegakan hukum.
Wakil Ketua Umum Gerindra itu juga melihat pemerintah tidak serius dalam penanganan kabut asap, terlihat dari pemotongan anggaran di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari Rp 6,3 Triliun menjadi Rp 6,1 Triliun.
Hal yang sama dikatakan Wakil Ketua Komisi III DPR asal Gerindra, Desmond J Mahesa. Ia mendukung adanya pembentukan Pansus Asap.
"Ini persoalan cukup mendasar. Asap ini kita jangan lihat eksis sekarang bencana asap. Asap ini dilihat ada kebijakan Gubernur di Kalimantan Tengah tentang pergub. Ada pemerintahan sebelumnya mengeluarkan izin sebebas-bebasnya. Ada Menhut yang hari ini Ketua MPR. Kalau bicara perizinan ada moral dong," kata Desmond.
"Masak Ketua MPR yang dulu Menhut tidak ada statemen. Jangan dia berlindung, SBY tidak tahu. Jangan dia ngomong ke dia. Asap ini bukan ekses. Ini sudah lama terjadi, pasti ada proses perizinan yang lalu. Kita lihat perizinan itu apakah sudah benar atau tidak," tambah Desmond.
Ia meminta semua pihak melihat secara obyektif terkait kebakaran hutan apakah dilakukan oleh perusahaan atau masyarakat. Sebab, adapula sistem ladang berpindah yang dilakukan masyarakat.