News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Masinton: Pengadilan HAM Cukup Dilakukan di Indonesia

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Masinton P

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu tidak setuju adanya pengadilan rakyat internasional atau international people's tribunal untuk korban tragedi pembantaian massal di Indonesia pada 1965. Pengadilan tersebut digelar di Den Haag, Belanda.

"Pengadilan HAM cukup dilakukan di Indonesia saja. Ini menyangkut kedaulatan hukum Indonesia," kata Masinton melalui pesan singkat, Rabu (11/11/2015).

Masinton mengatakan pemerintah harus terus menerus memfasilitasi dialog untuk pengungkapan kebenaran dan keadilan dalam rangka pelurusan sejarah tahun 1965.

Selain itu, kata Politikus PDIP, pemerintah juga harus menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada periode 1965-1967. Ia melihat langkah rekonsiliasi nasional saat ini belum ada kemajuan.

"Masih jalan ditempat," ujarnya.

‎Sebelumnya, mulai Selasa (10/11/15) sampai Jumat (13/11/15), International People's Tribunal atau pengadilan rakyat mulai digelar di Den Haag, Belanda. Pengadilan ini berupaya untuk untuk mengungkap peristiwa pembantaian di Indonesia antara tahun 1965 sampai 1966.

Setelah 50 tahun, peristiwa 1965 masih jadi isu sensitif di Indonesia. Ketika itu, diperkirakan sekitar satu juta orang yang dituduh menjadi anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) dikejar-kejar, dibunuh, dibantai, disiksa dan dianiaya.

Anak-anak serta keluarga mereka mengalami represi selama puluhan tahun di bawah pemerintahan Orde Baru Jenderal Soeharto. Hingga kini belum ada pemeriksaan atas kasus itu.

Pengadilan rakyat ini dipersiapkan oleh sedikitnya 100 relawan. Salah seorang relawan, Reza Muharam mengatakan, persiapan sudah dilakukan sejak satu tahun. Persiapan panjang itu di antaranya konsolidasi data yang dilakukan tim peneliti dan spesialis tragedi 1965.

Reza Muharam menuturkan, pengadilan akan dipimpin oleh tujuh hakim berlatar kalangan akademisi, pegiat hak asasi manusia dan praktisi hukum. Pengadilan akan menghadirkan setidaknya 16 saksi, termasuk sastrawan Martin Aleida.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini