TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tudingan sejumlah pihak yang mempersoalkan perekaman hingga bocornya rekaman suara dan transkrip percakapan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto dianggap tanpa dasar.
Komisi Informasi Pusat (KIP) menegaskan, rekaman serta transkrip percakapan itu bukanlah rahasia negara.
Bahkan, karena ada indikasi kecurangan, maka publik berhak tahu isi pertemuan antara Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
"Ada niat orang-orang dalam pembicaraan itu melakukan kecurangan, ada tendensi iktikad tidak baik. Karena itulah peristiwa ini menjadi kepentingan publik, publik berhak tahu, maka tak perlu ada persoalan dari transkrip dan rekaman itu," ujar Komisioner KIP Rumadi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (20/11/2015).
Dia melanjutkan, sebuah dokumen tidak boleh diungkap ke publik apabila masuk dalam kategori rahasia negara, terkait informasi pribadi, atau dalam sesuatu yang masih dalam proses penegakan hukum.
Namun, yang berhak merahasiakan dokumen itu hanyalah pihak yang memproduksi atau menghimpun informasi dalam dokumeh itu.
"Jadi enggak bisa main klaim ini adalah rahasia negara," ucap Rumadi.
Selain itu, Rumadi membantah argumentasi pimpinan DPR yang mempersoalkan kesengajaan seseorang merekam percakapan peristiwa yang diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla itu.
"Itu yang merekam kan dari mereka sendiri (orang yang terlibat dalam pertemuan), kecuali ada orang tidak berkepentingan merekam itu," ungkap dia.
Adanya rekaman serta transkrip percakapan Setya Novanto, disebut Rumadi, adalah bagian dari kontrol publik terhadap pejabat negara.