TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melaporkan sekaligus meminta klarifikasi atas Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Setya Novanto kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (3/12/2015).
TPDI menduga Novanto tidak jujur dalam melaporkan harta kekayaannya kepada KPK.
"Hari Kamis ini temuan kami telah kami laporkan ke KPK. KPK berjanji akan memverifikasi Laporan dan Informasi dari TPDI sebagai informasi dari masyarakat terkait dengan dugaan kekayaan Setya Novanto yang belum dilaporkan ke KPK," ungkap koordinator TPDI Petrus Selestinus kepada tribunnews.com, Kamis (3/12/2015) malam.
Satu aset yang disoroti TPDI berupa tanah dan bangunan dua lantai yang dikenal sebagai Kantor Novanto Center.
Kantor tersebut dijelaskan Petrus dilengkapi dengan kolam renang, rumah tinggal, beserta seluruh perabotan dan beberapa unit kendaraan pribadi seperti Toyota Alphard dan lain-lain.
Kantor Novanto Center tersebut berada di Kelapa Lima, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Bukan hanya itu ada beberapa aset lainnya yang diduga masih milik Novanto tetapi tidak dilaporkan dalam LHKPN, diantaranya sebidang Tanah berikut bangunan rumah tenun yang terletak di Kelurahan Maulafa, Kupang, NTT.
Kemudian, tanah seluas 3,5 hektar untuk pembangunan Hotel Bintang 5 yang terletak di Pantai PEDE, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT.
Lalu tanah dan Bangunan yang dikenal dengan Sentra Agrobisnis di Manusak, Kabupaten Kupang, NTT, Perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang terletak di Kawasan Industri Bolok, Kupang Barat, NTT, dan ijin Usaha pembangunan pabrik garam.
Bukan hanya asset tetap, asset bergarak lainnya pun dicatat TPDI belum masuk dalam LHKPN Novanto diantaranya sebuah jam tangan atau arloji merek Richard Mille RM 011 Flyback Chrom Graph Rose Gold yang dipakai saat bertemu Donald Trump di Amerika, seharga kurang lebih Rp 2 miliar, dan masih banyak lagi.
"Jika laporan masyarakat itu benar, maka Setya Novanto dianggap sudah tidak jujur dalam melaporkan kekayaannya dan diancam dengan sanksi pemberhentian sebagai anggota dan Ketua DPR seusia dengan Surat Pernyataan yang dibuat ketika menyerahkan LHKPN pada april 2015 yang lalu," ungkapnya.
Hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan dari Setya Novanto.