TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan mengaku sudah gerah menerima perlakuan dari Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri.
Novel mengaku diperlakukan semena-mena terkait kasus sangkaan penganiayaan yang dilakukannya di Bengkulu tahun 2004 silam.
Novel pun semakin yakin bahwa proses hukum terhadap dirinya adalah kriminalisasi.
Novel berjanji akan mengungkapkannya ke publik dalam waktu dekat ini.
"Saya tetap memandang ini adalah kriminalisasi dan itu nanti akan saya jelaskan dalam waktu yang terpisah," kata Novel di KPK, Jakarta, Jumat (4/12/2015).
Novel mengaku sudah berkoordinasi dengan para penasihat hukumnya untuk segera menggelar konferensi pers terkait kasusnya itu.
Novel selama ini memang tidak pernah secara khusus berbicara kepada publik terhadap sangkaan Polri kepadanya.
"Saya akan menyampaikan itu mengenai hal-hal terkait substansi perkara. Selama ini kami tidak menyampaikan itu karena proses hukum yang mestinya kita harus hormati," kata dia.
"Setelah sekian lama saya juga semakin heran karena hal ini mestinya tidak terjadi, saya sangat meyakini bahwa ini adalah suatu upaya kriminalisasi atas diri saya karena saya melakukan kegiatan-kegiatan penyidikan pada perkara-perkara tertentu," ungkap Novel.
Novel kemarin diundang Bareskrim untuk pelimpahan berkas. Novel pun kemudian dibawa ke Bengkulu.
Akan tetapi, Novel tidak pernah dibawa ke Kejaksaan Tinggi Bengkulu untuk diserahkan.
Novel malah dibawa ke Markas Polda Bengkulu untuk ditahan.
Novel dan kuasa hukum menolak lantaran jika berkas sudah P21 tidak diperlukan untuk menahan dirinya.
Novel ditetapkan sebagai tersangka tersangka kasus penganiayaan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet saat menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu pada 2004.
Dia dituduh melakukan penembakan terhadap enam pelaku pencurian sarang burung walet sehingga mengakibatkan kematian seorang pelaku bernama Mulia Johani, alias Aan.
Kasus tersebut rencanya akan dilimpahkan Senin pekan depan ke Kejaksaan.