Laporan Wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah memastikan memiliki bukti lain terkait dugaan permufakatan jahat dalam rekaman pembicaraan antara Ketua DPR Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha Riza Chalid.
Terkait bentuk bukti lain yang dimiliki Kejaksaan, Arminsyah hanya menyebutkan tidak berupa video atau foto.
"Ada bukti lain, tapi tidak berbentuk seperti itu (video atau foto)," kata Arminsyah di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (8/12/2015).
Arminsyah menjelaskan bukti selain rekaman pembicaraan tersebut, saat ini tengah dikaji oleh Tim penyelidik Kejaksaan.
Hingga kini, terkait dugaan permufakatan jahat yang melibatkan Setya Novanto, Maroef Sjamsoedin, dan Muhammad Riza Chalid, publik baru mengetahui satu bukti yaitu rekaman dari Bos Freeport Indonesia.
Rekaman pembicaraan dalam ponsel tersebut, merupakan bukti dugaan pelanggaran etik oleh Ketua DPR RI Setya Novanto yang tengah disidangkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Pada sidang yang berlangsung pada Kamis (3/12), Maroef sebagai saksi diminta untuk menghadirkan bukti rekaman tersebut, langsung dari ponselnya.
Sedangkan ponsel tersebut, saat ini tengah berada di Jampidsus untuk menyelidiki dugaan permufakatan jahat pada pembicaraan yang direkam dengan alat komunikasi itu.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut Ketua DPR meminta sejumlah saham guna memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya pengelolaan wilayah Tembagapura, Papua oleh perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.
Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.