News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak

'Satu Pintu' Sengketa Pilkada Serentak

Penulis: Amriyono Prakoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Husni Kamil Manik mengatakan bahwa banyaknya lembaga peradilan yang dapat memutuskan sengketa pilkada terutama dalam perkara pencalonan membuat masalah tersebut semakin tidak terselesaikan.

Provinsi Kalimantan Tengah, Kota Manado, Kota Pematangsiantar, Kabupaten Simalungun, dan Kabupaten Fak Fak menjadi contoh konkret betapa sengketa pencalonan tidak terselesaikan hingga pelaksanaan pilkada harus ditunda.

"Di Undang-undang nomor 8 2015 mengamanatkan, tahapan ada di panwaslu, Bawaslu, nanti banding ke PT TUN dan MA," jelas Husni di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, Selasa (15/12/2015).

Husni mengungkapkan diskusi yang berkembang di penyelenggara pemilu adalah penyelesaian sengketa, seharusnya selesai di pengawas pemilu dan tidak harus melibatkan lembaga peradilan lain.

Namun, hal tersebut diakui akan sulit mengingat permohonan gugatan tidak dibatasi oleh undang-undang.

Seandainya, kata Husni, penyelesaian sengketa pilkada dapat selesai di tingkatan panitia pengawas, maka tidak perlu terjadi penundaan tahapan pemilihan atas lima daerah yang saat ini masih berada di tangan PT TUN.

"Terkadang ada perbedaan antara putusan pengadilan dan rekomendasi pengawas pemilu,"ujarnya.

Sementara itu, Pimpinan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nelson Simanjuntak mengatakan hal yang sama mengenai banyaknya lembaga pengadilan yang dapat melakukan putusan dalam sengkarut pencalonan pasangan calon.

Kabupaten Humbang Hasundutan misalnya, terdapat tiga pasangan calon yang sudah dinyatakan memenuhi syarat oleh KPU setempat, namun karena ada sengketa di PT TUN Medan, mendapati bahwa pasangan yang tidak lolos dapat diakomodir.

Namun, karena pasangan yang tidak lolos berasal dari partai yang sama dengan pasangan yang sudah lolos, akhirnya KPU harus mencoret salah satu diantara mereka.

Berbeda dengan putusan Mahkamah Agung yang memutuskan untuk memasukkan kembali pasangan yang dicoret melalui putusan KPU. Sehingga terdapat dua pasangan calon dari satu partai yang sama.

"Ini benar-benar tidak baik. Apa yang kami inginkan sesuai dengan peraturan, kemudian dicoret begitu dengan putusan pengadilan lain," ujar Nelson.

Namun, dirinya mengatakan ketidaksiapannya jika semua putusan harus ditanggung oleh Panwaslu. Hal tersebut berarti harus ada kecakapan dalam memilih dan menyeleksi badan ad hoc yang hanya bekerja pada saat pemilihan tersebut.

Nelson beranggapan bahwa sumber daya di setiap Bawaslu Provinsi tidak dapat mengurai masalah tersebut. Setidaknya, bukan dalam waktu dekat.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini