"Kami belum sanggup kalau dalam waktu dekat ini merekrut orang-orang berkualitas masalah hukum apalagi soal pilkada," jelasnya.
Cukup PT TUN
Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni menyatakan bahwa sengketa pilkada hanya perlu dibawa sampai tingkatan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), tidak perlu sampai tingkatan Mahkamah Agung jika hanya permasalahan administrasi sengketa pencalonan.
"Pakai lembaga yang sudah ada saja. Tidak perlu buang anggaran membentuk lembaga baru yang justru akan menimbulkan masalah baru," terang Titi ketika dihubungi.
Titi menjelaskan, jika sengketa berada di pemilihan kabupaten/kota, maka upaya hukum yang dilakukan berada di tataran Bawaslu Provinsi, kemudian Bawaslu RI dan Pengadilan Tinggi Usaha Negara. Namun jika, sengketa berawal dari pilkada Provinsi, pengajuan gugatan, dapat ke Bawaslu RI, PTUN dan berhenti di PT TUN.
Skema tersebut merupakan hal yang paling memungkinkan saat ini untuk diterapkan pada saat pilkada serentak periode berikutnya di 2017 agar dapat segera selesai dan tidak berlarut-larut seperti yang sudah terjadi sebelumnya.
"Keputusan panwas beberapa kali mengalami perbedaan antara yang diinginkan oleh KPU dan kesesuaian dengan undang-undang. Apalagi mereka lembaga ad hoc yang seharusnya tidak boleh mengadili lembaga permanen," kata Titi.
"Intinya harus konsisten. Kalau sudah diberi tenggat waktu sekian hari, ya sudah selesaikan dengan waktu yang ada," lanjutnya.
Namun, tegas Titi hal tersebut tidak serta merta diterapkan begitu saja, jika pilkada diharapkan memenuhi kualitas yang baik. Pembelajaran mengenai sengketa pilkada terhadap hakim di pengadilan PTUN dan PT TUN juga harus diberikan sejak awal sehingga tidak ada istilah 'gagap hukum'.