Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri yang berasal dari kalangan profesional belum tentu lebih baik dari menteri yang berasal dari Partai Politik.
Pengamat politik Universitas Gajah Mada, Nyarwi Ahmad mengatakan semua tergantung dari komunikasi politik yang dibangun menteri tersebut.
"Dalam komunikasi politik, yang paling penting adalah penyampaian produk. Jika penyampaiannya tidak singkron dengan produknya, maka akan dinilai lemah oleh masyarakat," ujarnya di Kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (20/12/2015).
Nyarwi menjelaskan bahwa seorang menteri harus dapat memberikan kebijakan yang sesuai dengan yang akan dikerjakannya.
Bukan hanya memberikan kebijakan, namun tidak ada tindak lanjut dari kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut.
Menteri Susi contohnya, Nyarwi mengatakan bahwa kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti dengan penenggelaman kapal-kapal yang mencuri ikan merupakan kesinambungan yang baik dalam perspektif komunikasi politik.
Namun, ada juga beberapa menteri yang dari awal sudah diberikan ekspektasi berlebih dari masyarakat sehingga mendapatkan beban yang sulit untuk ditanggung.
"Ada kementerian yang mendapat harapan besar. Saat harapan itu, tidak terealisasi, maka masyarakat menilai bahwa menteri tersebut kurang baik kinerjanya," jelasnya.
Hasil survey PolComm Institute menyatakan bahwa Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar dianggap paling bermanfaat.
Marwan memiliki perolehan suara tinggi dibanding menteri Susi dari kalangan profesional.
"Ada dikotomi antara menteri dari profesional dengan menteri dari Parpol dan kebanyakan menilai bahwa dari Parpol tidak baik, tapi dalam survey ini, ternyata menteri dari parpol masih bisa diharapkan," jelas Peneliti PolComm Institute, Afdan Marwa Putra.