TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejarawan LIPI, Asvi Warman Adam, mempertanyakan sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang mengusung satu paket pasangan calon kepala daerah.
Menurutnya hal tersebut justru akan memboroskan anggaran partai dan anggaran pemilihan.
"Kenapa harus satu paket? Ada wali kota dan wakil wali kota atau gubernur dan wakil gubernur? Kenapa tidak satu saja? Majukan gubernur saja atau wali kota saja, seperti zaman dulu, sehingga tidak menghabiskan anggaran," ujar Asvi di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (4/1/2015).
Asvi menjelaskan bahwa peraturan kepala daerah yang maju secara berpasangan merupakan tindakan perubahan undang-undang yang tanpa arah dan tidak terencana.
Lebih lanjut dirinya menegaskan bahwa sebenarnya, masing-masing partai dapat memberikan calonnya jika hanya satu orang saja. Hal tersebut menurutnya harus dikaji ulang agar proses demokrasi berjalan efektif.
Dia juga menambahkan seharusnya undang-undang pemilihan kepala daerah tidak dilakukan secara terburu-buru untuk dilakukan secara langsung.
Harus ada masa percobaan terlebih dahulu agar masyarakat dapat mengerti proses perubahan yang terjadi. Begitu juga dengan pemilihan presiden secara langsung.
"Harusnya ada masa percobaan dulu. Jangan presiden dipilih secara langsung, lalu kepala daerah juga diatur untuk dipilih secara langsung. Masa percobaan juga seharusnya ditempuh dalam jangka waktu 10-15 tahun," kata Asvi.