Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PPP versi Muktamar Surabaya Romahurmuziy mengklaim kepengurusan partai berlambang Ka'bah itu kembali ke Muktamar Bandung tahun 2011.
Hal itu sesuai Surat Keputusan (SK) Menkumham pada 7 Januari 2016 dimana PPP hasil Mukmatar Surabaya dinyatakan tidak berlaku lagi dan tidak mengesahkan Muktamar Jakarta yang dipimpin Djan Faridz.
Muktamar Bandung menghasilkan keputusan Ketua Umum PPP dijabat Suryadharma Ali dengan Sekjen Romahurmuziy (Romy).
"Karena itu kami menyambut baik usulan para sesepuh, para senior kita, menjadi momen ini sebagai momentum islah," kata Romy di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Jumat (8/1/2016).
Dikatakannya, dikarenakan posisi Pak Suryadharma Ali sebagai ketua umum berhalangan karan tersandung kasus korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetapi roda organisasi tetap berjalan.
"Tentu tugas-tugas selanjutnya bisa dilanjutkan," ujarnya.
Romahurmuziy menerima surat tersebut didampingi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang menjabat
sebagai Wakil Ketua Umum hasil Muktamar Bandung.
Sholeh Amin ketua DPP Muktamar Bandung dan Arsul Sani sebagai Wasekjen PPP.
"DPP Muktamar Surabaya dinyatakan tak berlaku lagi. Tentu dengan demikian produk-produk di bawahnya. Dengan sendirinya DPP, DPC begitu pula seterusnya kembali ke pengurus ranting," katanya.
Ia menyebutkan berdasarkan undangan Kemenkumham diminta hadir selaku kepengurusan PPP Muktamar Bandung.
Anggota Komisi III DPR itu mengimbau kepada jajaran kepengurusan pusat hingga daerah hasil Muktamar Bandung menjaga kekompakan dan soliditas.
"Jadi momentum ini menjadi perbaikan yang menyeluruh," tutur Romy.
Mengenai Muktamar Jakarta, Romy menuturkan sesuai surat yang dari Menkumham,pada tanggal 31 Desember 2015 kepada Djan Faridz dan Dimyati diketahui sejumlah persyaratan administrasi tidak terpenuhi.
Contohnya, kehadiran pimpinan cabang yang tidak memenuhi kuorum di Muktamar Jakarta.
"Muktamar Jakarta yang sesuai putusan Mahkamah Partai juga tak bisa diperoleh, karena Muktamar itu mestinya diselenggarakan 2015, bukan 2014," ungkapnya.
"Sehingga baik Muktamar Surabaya dan Jakarta bukan muktamar yang sesuai. Secara yudiris, maka mengembalikan ke Muktamar Bandung," tambahnya.