News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

MK Diminta Perhatikan Dugaan Politik Uang dan Ijazah Palsu, Jangan Tejebak Pada Angka-angka

Penulis: Husein Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat (tengah) didampingi Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna (kiri) dan Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul (kanan) memimpin sidang panel I perkara perselisihan hasil pemilihan (PHP) kepala daerah 2015 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (7/1/2015). Mahkamah Konstitusi menggelar persidangan 147 perkara PHP kepala daerah 2015 yang terbagi ke dalam tiga panel hakim mulai Kamis (7/1/2015), Jumat (8/1/2015) dan Senin (11/1/2015) dengan agenda pemeriksaan pendahuluan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang terkait perkara perselisihan hasil pilkada (PHP) di Mahkamah Konstitusi sudah mulai disidangkan sejak Kamis (7/1) kemarin.

Total ada 147 persidangan perkara yang terbagi selama tiga hari, yakni tanggal 7, 8, dan 11 Januari. Persidangan 147 perkara itu dibagi dengan tiga panel secara berimbang.

Adapun masing-masing panel akan diketuai oleh satu orang. Panel satu diketuai oleh Arif Hidayat, panel dua oleh Anwar Rusman, dan panel tiga oleh Patrialias Akbar.

Direktur Eksekutif Perhimpunan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menanggapi persidangan di MK terkait perkara perselisihan hasil pilkada (PHP) di Mahkamah Konstitusi tersebut.

Menurutnya, MK jangan mengabaikan beberapa faktor pelanggaran diantaranya dugaan praktik politik uang dan juga termasuk dugaan penggunaan ijazah palsu yang dilakukan calon kepala daerah.

Praktik tersebut diduga masih marak terjadi selama Pilkada serentak dilaksanakan tahun lalu.

"Ini perlu menjadi pertimbangan MK dalam mengambil putusan. Jangan sampai hanya terjebak pada angka-angka," imbuh Direktur Eksekutif Perhimpunan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini.

Titi melihat praktik politik uang banyak terjadi karena ‎kurangnya pengawasan dari berbagai elemen. Praktik ini dinilainya sangat menyedihkan, karena akan merusak kualitas demokrasi.

Media massa bisa jadi kesulitan melaporkan 264 Pilkada serentak kemarin.

Berdasarkan laporan dari pihak penggugat hasil pilkada, diduga di beberapa daerah masih ada praktik politik uang.

Sebagai contoh Penggugat Pilkada di Banggai, Sulawesi Tengah, yang mempermasalahkan adanya politik uang tersebut.

Sementara itu kasus dugaan penggunaan ijazah palsu juga diutarakan penggugat di Pilkada Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.

Bahkan laporan itu dilakukan sendiri oleh warga Pangkep, Andi Aksan Patetengi yang mengaku sudah melaporkan ke pihak KPUD Kabupaten Pangkep beserta dengan bukti-bukti yang menguatkan.

"Ini saya lakukan karena tanggung jawab sebagai warga negara yang menginginkan tanah kelahiran saya tegak diatas demokrasi yang benar," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini