News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ledakan Bom di Sarinah

Wapres JK Khawatir Penjara Jadi Universitas Teroris

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang ibu menemani anaknya menyalakan lilin pada aksi solidaritas yang gigelar sejumlah komunitas Bandung yang tergabung Aliansi Masyarakat Sipil di Taman Cikapayang, Jalan Ir Juanda, Kota Bandung, Jumat (15/1/2016). Aksi tersebut sebagai bentuk renungan masyarakat Kota Banudng terhadap kejadian teror di Sarinah Jakarta. TRIBUN JABAR/BUKBIS CANDRA ISMET BEY

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua pelaku teror di Jalan MH.Thamrin Jakarta adalah residivis.

Keduanya adalah Muhammad Bahrun Naim Anggih Tamtomo alias Naim, yang pernah dipenjara karena kasus kepemilikan amunisi pada 2010 lalu.

Satu lagi adalah Sunakim alias Afif, yang sempat dipenjara karena terlibat pelatihan di Aceh pada 2009-2010 lalu.

Nampaknya proses hukum dan deradikalisasi yang dilakukan pemerintah terhadap keduanya, tidak membuat mereka meninggalkan ideologi radikal. Terbukti pada Kamis lalu (14/1), di mana terjadi aksi teror yang menewaskan dua warga dan satu warga negara asing. Naim adalah otak dibalik aksi tersebut, sedangkan Afif adalah salah seorang eksekutor.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), setuju bila perlu ada perbaikan proses deradikalisasi.

Salah satunya adalah untuk menjamin para pelaku yang sudah sempat diamankan, tidak akan melakukan tindakan yang serupa.

"Pastilah, banyak yang perlu diperbaiki," kata Jusuf Kalla kepada wartawan, di kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Senin (18/1/2015).

Proses deradikalisasi selama ini sudah dilakukan dengan maksimal. Pemerintah telah menggandeng sejumlah pihak, mulai dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU) hingga Muhamadyah. Namun masih saja ada pelaku teror yang tidak mempan dideradikalisasi pemikirannya.

Ia menyamakan fenomena tersebut dengan kasus narkoba. Para pelaku yang sudah dihukum, justru setelah bebas bisa melakukan kejahatan dengan skala yang lebih besar. Oleh karena itu pemerintah kini membedakan antara pecandu dan pengedar.

Proses penyebaran paham radikal diketahui juga menyebar di penjara. Dari sejumlah kasus terungkap sebagian pendukung gerakan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Indonesia, menerima pemahaman mereka saat dipenjara.

Jusuf Kalla menilai hal tersebut juga perlu diperhatikan. Ia khawatir bila penjara justru jadi ajang untuk menimba pemahaman yang lebih dahsyat lagi tentang radikalisme.

"Bahaya, nanti bakal jadi universitas teroris," ujar JK dengan nada bercanda.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini