TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan bahwa batas selisih suara yang diberlakukan oleh MK pada sidang sengketa pilkada serentak, tidak ada yang salah.
Pasalnya, hanya pasal tersebut yang bisa diterapkan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Tidak salah. Pasal 158 itu putusan MK dan soal ambang batas itu benar," ujar Mahfud saat ditemui di Gedung Pascasarjana UI, Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Namun, seharusnya MK tidak serta merta menerapkan pasal tersebut kepada seluruh sengketa pilkada.
Menurut Mahfud, jika memang terjadi pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif, MK wajib untuk menindaklanjuti hal tersebut.
Untuk pilkada 2017, kata Mahfud, pasal tersebut harus dikomunikasikan lebih lanjut, jika tidak, masyarakat bahkan pasangan calon tidak akan percaya lagi terhadap Mahkamah Konstitusi untuk menangani sengketa pilkada.
"Ke depan, pasal ini harus diperhatikan. Kalau tidak, maka orang-orang akan sengaja curang agar kemenangan mencapai 5 persen lebih biar tidak digugat ke MK," lanjutnya.
Dirinya juga menegaskan bahwa sengketa pilkada bukanlah wewenang MK, karena rezim pilkada tidak sama dengan rezim pemilu.
Makanya, perlu segera dibentuk badan peradilan baru untuk menangani sengketa pilkada.
"Bukan rezim MK memang, makanya revisi undang-undang pilkada itu perlu jauh sebelum pilkada 2017 dimulai," jelas Mahfud.