Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku tidak tahu soal bagaimana anggaran untuk pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) di 25 SMA/SMK pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat bisa masuk dalam APBD Perubahan tahun 2014.
Dalam persidangan, Ahok sebagai saksi untuk terdakwa mantan Kepala Seksi Prasarana dan Sarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat, Alex Usman di Pengadilan Tipikor Jakarta mengatakan bahwa dirinya baru sadar setelah munculnya kasus dua versi APBD DKI Jakarta tahun 2015.
"Saya tak tahu kapan munculnya. APBD yang diajukan eksekutif tidak ada barang-barang seperti UPS," kata Ahok dalam sidang di Ruang Kartika 2, Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (4/2/2016).
Dirinya pun bercerita soal pengalamannya, dalam pengadaan truk sampah yang tiba-tiba menghilang dalam APBD 2013 silam.
Padahal, anggaran pengadaan truk sampah itu sudah disepakati untuk menjadi prioritas.
"Pengalaman saya yang 2013, saya masukan anggaran truck sampah. Tapi setelah diterima saya anggaran itu hilang," kata Ahok.
Lebih lanjut Ahok menegaskan dalam penyusunan anggaran, kepala daerah menunjuk Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
"Yang bekerja sama dengan dewan untuk menentukan anggaran berdasarkan KUA-PPAS. Jadi tidak boleh anggaran keluar dari KUA-PPAS. Kalau mereka keluar dari sini, saya kira itu penyimpangan," katanya.
Diketahui, Alex Usman, didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat Uninterruptible Power Supply (UPS) di 25 SMA/SMK pada Suku Dinas Pendidikan Menengah di Jakarta Barat pada APBD Perubahan tahun 2014.
Dirinya didakwa melakukan korupsi tersebut bersama-sama dengan Harry Lo (Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima), Harjady (Direktur CV lstana Multimedia Center), Zulkarnaen Bisri (Direktur Utama PT Duta Cipta Artha), Andi Susanto, Hendro Setyawan, Fresly Nainggolan, Sari Pitaloka, serta Ratih Widya Astuti.
Tidak hanya itu, terdapat juga nama anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta yang juga selaku anggota Badan Anggaran, Fahmi Zulfikar Hasibuan, dan juga Ketua Komisi E DPRD DKl Jakarta, HM Firmansyah yang didakwa bersama dengan Alex turut melakukan korupsi.
Perbuatan Alex tersebut telah memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi.
Alex selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) didakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menggelembungan harga dalam pengadaan UPS, serta melakukan penunjukkan langsung dalam proses lelangnya sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 81.433.496.225.
Atas perbuatannya, Alex didakwa jaksa telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.