TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program revitalisasi seribu pasar yang dicanangkan pemerintah pada pertengahan tahun 2015 lalu dipertanyakan oleh DPR.
Politisi Partai NasDem Zulfan Lindan terang-terangan menyatakan program tersebut belum memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi pasar-pasar yang ada.
Di hadapan Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Zulfan mengatakan bahwa yang terjadi malah penurunan kualitas pasar tradisional.
Alih-alih merevitalisasi, yang ada justru pasar yang tidak mampu bersaing dengan industri ritel dalam negeri.
"Kondisi pasar tradisional yang sangat jauh dari nyaman dan bersih. Jangankan di dapil saya, kita lihat saja di Pasar Minggu, yang (ternyata juga) jauh dari layak. Maka perlulah kita memiliki perhatian penuh," kata Zulfan dalam Rapat Kerja Komisi VI dengan Kementerian Perdagangan, Rabu (3/2/2016).
Dalam keadaan yang serba terbatas, pasar tradisional tidak akan mampu jika dipaksa bersaing dengan mini market modern yang menyuguhkan kenyamanan.
Ketidakberimbangan ini, menurut Zulfan, akan mengubur pasar tradisional secara perlahan.
Argumen senada juga diutarakan oleh anggota Komisi VI lainnya, Nyat Kadir.
Proses perizinan yang mudah menjadi faktor dominan menjamurnya mini market saat ini.
Menurutnya, pemerintah selaku pemegang kebijakan, semestinya memberikan perhatian ekstra terhadap keberadaan pasar tradisional.
Bukan hanya merevitalisasi pasar yang sudah ada, tapi juga mendesak pemerintah untuk memulai program pasar baru.
"Ini harus segera dilaksanakan, karena jika tidak, Program 1.000 Pasar yang bagus ini akan tidak ada artinya. Pasar tradisional harus lebih diprioritaskan dibandingkan memberikan izin kepada minimarket," ucapnya.
Nyat Kadir juga mengeluhkan mangkraknya pembangunan pasar tradisional di Batam. Dia meminta perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap pasar di pulau yang berbatasan dengan Singapura tersebut, agar pembangunannya sesuai dengan target.
"Tolong perhatikan ya Pak, karena mangkraknya sudah lama," pesannya.
Nyat Kadir menggugah Mendag Lembong agar mendahulukan semangat nasionalisme, terutama dalam aspek ekonomi kerakyatan ini.
"Saya tutup dengan pantun. Ikan kembung si ikan teri, begitu juga si ikan tambak. Tak masalah sekolah di kampung atau di luar negeri, yang penting rasa nasionalisme tidak diragukan," ujarnya yang langsung disambut gelak tawa dari para peserta rapat kerja.