Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sudah tiga minggu peristiwa teror Jakarta berlalu. Peristiwa yang terjadi di Kawasan Sarinah, Thamrin tersebut menyebabkan 8 orang tewas dan 26 orang terluka.
Enam dari korban luka tersebut adalah polisi, salah satunya Ajun Inspektur Satu Budiono, yang ditembak dari jarak dekat oleh salah seorang pelaku teror yang belakangan diketahui bernama Muhammad Ali.
Aiptu Budiono sempat kritis dan dirawat di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Subroto.
Tiga peluru yang ditembakkan membuat ia tidak sadarkan diri selama empat hari.
Lalu bagaimana kondisi polisi yang bertugas sebagai Provost di Polres Jakarta Pusat tersebut, sekarang?
Disambangi di rumahnya di Komplek Perumahan Polri Munjul, Jakarta Timur, Kamis (4/2/2016), kondisi polisi kelahiran Jakarta 43 tahun silam tersebut tampak membaik.
Ia sudah bisa bisa berjalan dan menerima tamu yang menjenguk ke rumahnya yang sudah ia tinggali sejak kecil itu.
Ketika dikunjungi, Budiono ditemani sang istri, Rina Perdina sedang menerima tamu.
Ia adalah Aiptu Dodi Maryadi petugas bagian Lalu Lintas Polres Jakarta Pusat, yang juga menjadi korban tembak pelaku teror.
Di depan istri dan rekannya, dengan sangat antusias Budiono menceritakan detik-detik sebelum tertembak.
Budiono mengaku tidak ada firasat apapun pada hari terjadinya ledakan di kawasan Thamrin 14 Januari lalu.
Seperti biasa, selepas salat subuh, ia menikmati kopi pagi sebelum pergi apel ke kantornya di Polres Jakarta Pusat.
Maklum pria lulus SPN Mojokerto 1993/1994 tersebut merupakan pecandu kopi.
Selepas apel di Polres Jakarta Pusat, pada Kamis nahas tersebut ia mendapat giliran tugas berjaga di depan Balaikota DKI Jakarta.
Bersama pasukannya ia rencananya bertugas mengawal aksi unjuk rasa.
Menurut Budiono sebagai Provost, sejumlah tugas diembannya, selain mengawasi para personel yang mengawal unjuk rasa, ia biasanya mendatangi Polsek di wilayah hukum Jakarta Pusat memastikan sejumlah kegiatan berjalan baik.
Saat sedang berjaga di depan Balaikota tiba-tiba radio polisi yang dipegangnya menginformasikan terjadinya ledakan di depan Pos Polisi Sarinah.
Naluri seorang polisi, membuatnya langsung menuju lokasi ledakan yang hanya berjarak kurang lebih 2 kilometer. Menggunakan sepeda motor ia sampai di lokasi kurang dari 5 menit.
"Naluri saya seorang polisi, dan di sana (Sarinah) menjadi wilayah tugas saya membuat saya langsung ke lokasi untuk memastikan kondisi baik-baik saja," ujar Budiono di rumahnya, Kamis (4/2/2016) petang.
Budiono mengaku salah perkiraan. Ia menyangka kondisi sudah aman lantaran ledakan telah terjadi.
Biasanya setelah terjadi ledakan kondisi aman dan steril.
Ia kemudian memarkirkan motornya di Jalan Thamrin berjarak kurang lebih 100 meter dari pos polisi Sarinah untuk mengamankan lokasi karena ada korban tergeletak.
Namun tak disangka tiba-tiba terdengar suara tembakan. Saat letusan peluru terdengar tiba-tiba ada seseorang mendekat menodongkan senjata dan menembakkannya lebih dari sekali.
Budiono sempat menangkap wajah orang yang menembaknya tersebut.
Menurutnya pelaku yang kemudian teridentifikasi bernama Muhammad Ali tersebut melesatkan peluru dengan wajah datar.
"Dia menembak tanpa ekspresi, datar, dan setelah menembak berlalu begitu saja," katanya.
Setelah tertembak Budiono mengaku tidak terpikir mengangkat senjata yang ada di pinggangnya.
Sambil memeragakannya, Budiono mengaku hanya bisa menempelkan tangan ke bagian perut yang terasa panas.
Budiono yang selama hidupnya belum pernah tertembak, mengaku rasanya seperti ditempeli besi panas.
"Serasa ditempeli patri panas, namun tiba-tiba ada udara di punggung saya mungkin karena tembus ya," ungkapnya.
Budiono mengaku sambil menahan luka ia berjalan dengan terhuyung-huyung dan kemudian duduk di bawah pohon palem di depan Sarinah.
Kemudian ada orang mendekat dan memberitahukan jika ia tertembak.
Pada saat itu, ia hanya fokus menahan rasa sakit dan tidak lagi memperhatikan aksi tembak-tembakan polisi dan pelaku teror.
Tidak lama berselang Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Pol Hendro Pandowo menghampiri dan membawanya ke dalam mobil dinas.
Ia dibawa menuju Rumah Sakit Budi Kemuliaan, Gambir.
Budiono mengaku ia masih sadar saat hendak menuju rumah sakit ibu dan anak tersebut.
Ia duduk di kursi tengah dipangku oleh kapolres yang ikut membantu menahan luka. Ia pun masih ingat ketika senjata revolver yang dipegangnya dititipkan di mobil Kapolres.
"Saya ingat saat itu Pak Kapolres meminta saya untuk membacakan istighfar," katanya.