TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy menilai, surat balasan Presiden Jokowi memiliki makna ganda. Dalam hal ini, Noorsy menjelaskan, terkait surat Presiden Jokowi menanggapi hasil rekomendasi Pansus Pelindo II beberapa waktu lalu.
"Di satu sisi memberi pesan tunduk pada peraturan perundang-undangan. Yang berarti, akan menjalankan keputusan Pansus Pelindo II. Di sisi, Presiden Jokowi ingin menunjukkan bahwa hak prerogatifnya untuk mengangkat dan mncopot menteri tidak dapat diarahkan atau ditekan DPR," papar Noorsy, Sabtu (6/1/2015).
"Wajah ganda seperti ini berbahaya bagi kewibawaan Presiden. UU 17/2004 tentang MD3 pasal 74 menegaskan bahwa DPR berhak memberikan rekomendasi," Noorsy mengingatkan.
Ayat 2 pasal yag sama, lanjut Noorsy, mengatur bahwa, setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara atau penduduk wajib menindak lanjuti rekomendasi DPR.
Sedangkan ayat 3 dan 4 menetapkan, pejabat negara atau pemerintahan yang mengabaikan rekomendasi DPR, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau hak anggota DPR mengajukan pertanyaan.
"Peran utama dalam Pansus ini adalah PDIP, maka dalam hubungan politik, Joko Widodo tidak sedang menjaga dan menegakan fatsun politik yang positif. Joko Widodo bisa saja alpa bahwa PDIP sebagai partai pengusung dirinya menjadi Presiden telah berinvestasi moral, sosial dan politik," urai Noorsy.
Didalamnya, imbuhnya, terkandung moral saling menghargai dan menghormati. Surat balasan Presiden Jokowi kepada DPR tentang rekomendasi Pansus Pelindo II, menunjukkan tidak dihargainya Pansus Pelindo II dan PDIP.
Sikap ini, menurut Noorsy, memperbesar potensi tidak berwibawanya Presiden sebagaimana telah terjadi pada paket-paket kebijakan ekonominya.
"Agar tidak berkelanjutan, penting bagi Presiden Jokowi untuk mengubah perilaku politiknya agar kewibawaan lembaga kepresidenan terjaga," saran Noorsy lagi.