TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia, Petrus Selestinus, mencurigai penarikan berkas perkara penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dari Pengadilan Negeri Bengkulu sebagai upaya menunda kriminalisasi yang dapat terjadi pada masa depan.
"Bisa saja setelah Presiden Jokowi berkuasa, kasus Novel Baswedan dimunculkan lagi oleh Polri dan/atau Kejaksaan dengan melimpahkan penuntutannya ke Pengadilan Negeri Bengkulu dengan alasan Surat Dakwaan dan Berkas Perkara Novel Bawesdan yang dahulu ditarik, masih tetap berlaku," kata Petrus Selestinus melalui keterangan yang diterima, Sabtu (6/2/2016).
Langkah Kejaksaan yang menarik berkas perkara Novel ketika telah masuk ke pengadilan disebut Petrus, merupakan tindakan intervensi peradilan dari Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.
"Prasetyo telah menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya untuk mengintervensi jalannya peradilan tanpa memberikan jaminan kepastian hukum bagi Novel Bawesdan," kata Petrus.
Seharusnya, sebut Petrus, untuk mengembalikan harkat Novel dari upaya kriminalisasi yang menderanya adalah perkara itu tetap diteruskan, tapi penyidik KPK itu harus dituntut bebas.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan telah menarik berkas dan mengambil alih ketiga perkara yang mendera Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan Bambang Widjojanto serta penyidik seniornya, Novel baswedan.
"Kasus Novel Baswedan, Abraham Samad, dan Bambang Widjojanto masih ditangani Jaksa Penuntut Umum sampai tertinggi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, saat ini saya selaku Penuntut Umum tertinggi mengambil alih," kata Muhammad Prasetyo di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (5/2/2016).
Mekanisme penarikan berkas perkara tersebut, menurut Jaksa Agung sesuai dengan Pasal 144 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mempersilahkan Jaksa Penuntut Umum menarik berkas perkara dari Pengadilan.
Kelanjutan ketiga perkara tersebut, jelas Prasetyo, akan dia pertimbangkan kelayakannya untuk dilanjutkan ke persidangan.
Jaksa Agung menjelaskan ada beberapa hal yang dia masukan dalam pertimbangan, seperti aspirasi masyarakat dan kepentingan umum.
Perkara yang mendara Pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto serta penyidiknya, Novel Baswedan, diduga sarat upaya kriminalisasi lembaga anti-rasuah itu.
Pasalnya, ketiga perkara itu diproses Badan Reserse Kriminal Polri, tidak lama setelah KPK menetapkan mantan Kepala Lembaga Pendidikan Polisi yang kini menjabat Wakapolri Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi.