Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua DPR Setya Novanto belum hadir di kejaksaan Agung untuk memberikan keterangan terkait skandal Papa minta saham hingga siang ini.
Meskipun demikian Kejaksaan Agung masih sabar menunggu kedatangan politikus Partai Golkar itu.
"Kami tunggu sampai selesai jam kerja, 4.30 WIB," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (10/2/2016).
Langkah Kejaksaan menunggu Novanto hingga sore hari karena Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR tersebut kerap datang secara mendadak.
"Kemarin minta dua minggu, tahu nya hari Kamis datang. Ya kita tunggu saja," kata Arminsyah.
Sebelumnya, politisi Partai Golkar tersebut, telah memberikan keterangan kepada Tim Penyelidik Kejaksaan Agung, setelah mangkir panggilan sebanyak tiga kali.
Pemberian keterangan perdananya, berlangsung pada Kamis (4/8/2016).
Saat itu, Novanto datang secara tiba-tiba datang ke Gedung Bundar Kejaksaan mengendarai mobil Toyota Avanza pada 08.04 WIB.
Dalam pemberian keterangan kala itu, tim penyelidik Jampidsus berencana menanyakan 33 pertanyaan kepada anggota DPR daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur itu.
Namun, baru 22 pertanyaan, Novanto meminta izin pemeriksaan ditunda.
Dia berdalih hendak melakukan perjalanan dinas ke Nusa Tenggara Barat.
Kasus yang awam dikenal dengan Skandal Papa minta saham, bermula saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu mantan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut, terindikasi politisi Partai Golkar itu mencatut nama presiden guna meminta sejumlah saham PLTA Urumka, Papua yang tengah dibangun PT FI dan berjanji memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.
Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.