Laporan Wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari ini Kamis (11/2/2016) Kejaksaan Agung kembali akan meminta keterangan Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, Setya Novanto.
Novanto dipanggil lagi karena keterangan yang diberikan Setya Novanto dalam skandal Papa Minta Saham dianggap kurang cukup.
"Belum selesai (permintaan keterangan), kami lanjutkan besok," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah di depan Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (10/2/2016).
Permintaan keterangan lanjutan tersebut dijadwalkan lagi pada pagi hari.
"Mungkin sekitar 08.00 (WIB)," katanya.
Namun Jampidsus belum menjelaskan fokus pertanyaan yang ditujukan kepada Novanto pada permintaan keterangan hari ini.
Pada pemberian keterangan perdana Novanto, setelah mangkir tiga kali, berlangsung Kamis (4/8/2016). Saat itu, dia datang secara tiba-tiba ke Gedung Bundar Kejaksaan mengendarai mobil Toyota Avanza pada pukul 08.04 WIB.
Dalam pemberian keterangan kala itu, tim penyelidik Jampidsus berencana menanyakan 33 pertanyaan kepada anggota DPR daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur itu.
Namun, usai pertanyaan ke-22, Novanto meminta izin penundaan kembali. Dia berdalih hendak melakukan perjalanan dinas ke Nusa Tenggara Barat.
Selanjutnya, setelah dijadwalkan pihak Kejaksaan Agung, Novanto kembali hadir untuk memberikan keterangan pada 17.50 WIB.
Pada kali kedua, tim penyelidik Kejaksaan menanyakan 31 pertanyaan kepada Novanto.
Kasus yang awam dikenal dengan Skandal Papa Minta Saham, bermula saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu mantan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut, terindikasi politisi Partai Golkar itu mencatut nama presiden guna meminta sejumlah saham PLTA Urumka, Papua yang tengah dibangun PT FI dan berjanji memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.
Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.