Laporan wartawan tribunnews.com, Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) dalam Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dianggap akan melemahkan lembaga antirasuah tersebut.
Hal tersebut diungkapkan Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi, Johan Budi Sapto Pribowo.
Johan berpendapat jika pemberian SP3 tersebut hanya karena tidak cukup bukti, maka berpotensi adanya jual-beli perkara yang sedang ditangani KPK.
"Kalau SP3 itu dimaksudkan untuk tidak cukupnya bukti kemudian di SP3 ini bahaya."
"Karena ada kecenderungan untuk bisa di 'perjualbelikan' kalau maksud dan tujuannya itu," ujar Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (17/2/2016).
Namun, Johan mengatakan berbeda jika kasusnya SP3 tersebut dikeluarkan untuk perkara yang tersangkanya meninggal dunia.
"Kalau SP3 dimaksudkan jika tersangkanya meninggal dunia itu jadi tidak bicara soal bukti, tidak soal alat bukti," kata Johan.
Johan mengatakan sikap pemerintah tetap, bahwa selama revisi Undang Undang KPK tersebut untuk memperkuat, maka akan didukung.
Presiden, lanjut Johan, juga menaruh perhatian terhadap suara yang disampaikan sejumlah kelompok masyarakat terkait revisi tersebut.
Sehingga Presiden memerintahkan dirinya untuk menyampaikan tanggapan ini kepada publik.
"Belakangan ini, sampai dia di Amerika pun itu concern sehingga memerintahkan kepada saya untuk menyampaikan itu," ungkapnya.
Presiden Jokowi melihat penolakan publik semakin lama semakin membesar terkait revisi Undang-Undang KPK.
"Dipersepsi publik revisi UU KPK itu melemahkan, ini persepsi mereka," ucap Johan.