News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kejagung Telisik Soal Kontrak Pembangunan Kawasan Bisnis Jakarta dari Laksamana Sukardi

Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi (mengenakan kemeja hitam)

Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemeriksaan terhadap Laksamana Sukardi oleh Kejaksaan Agung untuk mendapat keterangan terkait persetujuan PT Grand Indonesia dan PT Hotel Indonesia Natour (Persero) yang diduga diselewengkan.

"Waktu itu beliau kan sebagai Menteri BUMN. Ditanya soal persetujuan dengan PT GI. Karena ini (PT HIN) masuk BUMN," kata Jampidsus Arminsyah di Kejaksaan Agung, Selasa (1/3/2016).

Sedangkan, Laksanama yang ditemui sebelum berlangsungnya pemeriksaan menyatakatan hanya mengetahui pembangunan tesebut sebatas di tataran kebijakan saja.

Menurutnya, pembangunan dua bangunan yang diduga menyalahi kontrak itu lebih banyak di tataran operasional.

"Mungkin mereka (jaksa) ingin tahu syarat-syaratnya (kerja sama untuk pembangunan)," katanya.

Sebagai informasi, Kejagung telah meningkatkan status kasus dugaan korupsi pembangunan Apartemen Kempinski dan Menara BCA pada 2004, ke tahap penyidikan.

Hal tersebut seiring dengan keluarnya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) nomor Prin-10/F.2/Fd.1/02/2016.

Dalam upaya menguak kasus ini, Kejaksaan telah memanggil Direktur Utama PT HIN Iswandi Said untuk dimintai keterangan.

Tim penyidik juga telah menggeledah Menara BCA dan Apartemen Kempinski, Thamrin, Jakarta Pusat.

Dalam penggeledahan tersebut, tim Kejagung membawa sejumlah dokumen yaitu risalah rapat terkait kerjasama BOT (built, operation, transfer), dokumen pengembangan, proposal PT CKBI, dan rekap penerimaan kompensasi BOT.

Arminsyah menjelaskan awal mula perkara ini adalah adanya pembangunan dua tower yaitu Menara BCA dan Apartemen Kempinski diluar perjanjian.

Dalam kontrak BOT yang ditandatangi 13 Mei 2004 lalu, hanya ada empat bangunan yang dibangun diatas tanah negara yang diterbitkan atas nama PT Grand Indonesia.

Empat bangunan tersebut diantaranya Hotel bintang lima, dua pusat perbelanjaan, dan fasilitas parkir.

Selain itu, ada permasalahan perpanjangan kontrak kerjasama.

Awalnya, kontrak kerjasama hanya berlangsung selama 30 tahun dimulai dari 2004.

Tapi pada 2010, kontrak kembali diperpanjang 20 tahun sehingga total kerjasamanya 50 tahun.

Serta permasalahan pengalihan kontrak dari PT Citra Karya Bumi Indah kepada PT Grand Indonesia.

Masalahnya, sertifikat HGB diagunkan oleh PT Grand Indonesia kepada bank untuk memperoleh kredit.

Dengan adanya permasalahan tersebut diduga negara mengalami kerugian sekitar Rp 1,2 trilun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini