“Terus terang, upaya pemerintah menyingkirkan ARB (Aburizal Bakrie) sebagai Ketua Umum Golkar sangat kentara terbaca oleh publik," kata Bintang yang juga Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Ormas MKGR.
Dosa besar ARB di mata pemerintah, menurut dia, karena menjadi pimpinan kelompok oposisi yang sangat agresif terhadap pemerintahan Jokowi.
ARB adalah ketua KMP (Koalisi Merah Putih) bersama Prabowo Subianto yang secara terang – terangan mengambil posisi berhadap-hadapan dengan pemerintah Jokowi yang disokong oleh KIH (Kosalisi Indonesia Hebat) yang dimotori PDIP.
“Masuk akal jika pemerintah Jokowi terpaksa menggunakan berbagai cara untuk menggerus kekuatan KMP yang sangat dominan di DPR RI,” ujar Bintang seraya menambahkan lahirnya Munas Golkar di Ancol sulit dibantah menandai dimulainya campur tangan pemerintah untuk menekan laju Golkar yang menjadi motor KMP.
Melalui berbagai rekayasa di pengadilan, yang memberi perkuatan posisi Munas Ancol dibawah pimpinan AL (Agung Laksono), ditambah manuver JK yang berzig-zag politik, membuat ARB merasa perlu untuk “memperlambat” laju Partai Golkar, yang berujung pada lahirnya kesepakatan islah menuju gerbang rekonsoliasi.
“Tetapi menurut saya, manuver ARB yang menyatakan bersedia islah yakni sepakat rekonsiliasi dan setuju Munaslub, itu sekedar buying time (mengulur ulur waktu),” kata Bintang lagi dengan menunjuk fakta, pada tertunda – tundanya beberapa rapat harian dan pleno pembentukan Panitia Munas bulan April 2016, yang dilandasi “hadiah” perpanjangan hasil Munas Riau (2009) oleh Menkumham, dengan alasan ARB berhalangan karena kurang sehat dan atau sedang keluar kota.