TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tanggal 9 Maret 2016 merupakan waktu yang bersejarah bagi langit dan astronomi Indonesia. Di tanggal itu terjadi peristiwa langka yaitu Gerhana Matahari total (GMT).
Gerhana Matahari total 2016 ini akan melintasi sebagian besar Indonesia yaitu, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Halmahera.
Di Kaltim, khususnya Kota Balikpapan bakal merasakan langsung dampak Gerhana Matahari.
Namun bagi masyarakat yang ingin melihat langsung peristiwa Gerhana Matahari total perlu hati-hati dan waspada.
Berikut tiga alasan kenapa berbahaya melihat Gerhana Matahari Total dengan mata telanjang?
1. Dr Moedji Raharto, Pakar Astronomi ITB
Jangan melihat proses terjadinya Gerhana Matahari total dengan mata telanjang.
Jika itu dilakukan akan merusak, dan mengganggu fungsi mata, bahkan bisa menyebabkan kebutaan.
"Bagi masyarakat yang tidak menggunakan kacamata tidak terlalu memaksakan diri melihat dengan mata telanjang," saran Dr Moedji Raharto, Pakar Astronomi ITB kepada Tribun, Selasa (8/3/2016).
Karena sinar Matahari saat proses Gerhana Matahari total, kata dia, sangat berbahaya bagi mata.
"Mata kita diberikan refleks untuk memejamkan saat merespon cahaya yang menyilaukan," ujarnya.
Gerhana ataupun tidak, katanya, cahaya Matahari sangat berbahaya jika ditatap oleh kedua mata dalam waktu lama.
Dosis kekuatan cahaya Matahari melebihi kapasitas retina mata.
"Mata kita juga memiliki lensa apabila intensitas cahaya yang masuk ke mata terlalu besar, maka lensa mata bisa terbakar," jelasnya lebih lanjut.
Karena energi yang dikonsentrasikan lensa menghasilkan panas. Sehingga jika memaksakan membuka mata lalu menatap Matahari terlalu lama, retina bisa jadi terbakar.
"Seperti kaca pembesar yang bisa membakar kertas, jika dihadapkan dengan Matahari. Kita tidak merasa tahu‑tahu bisa jadi buta, apalagi ini momentum Gerhana Matahari total," ujarnya.
Mengingat dosis cahaya Matahari sangat kuat pada proses Gerhana Matahari total, maka tidak disarankan masyarakat melihatnya dengan mata telanjang.
Terkecuali imbuhnya, saat momentum Matahari tertutup total, masyarakat justru bisa melihat dengan mata telanjang.
Pada saat momentum Gerhana Matahari total, ucapnya, kita bakal menyaksikan korona yang indah, jika beruntung dapat melihat planet yang terang di sekeliling Matahari.
Tapi perlu diingat harus diketahui kapan momentum total tersebut.
"Jangan sampai kelewatan, mentang‑mentang masih bagus kita tak sadar Matahari kembali terbuka," dia ingtakan.
Karena itu dia mengimbau masyarakat dapat menyaksikan fenomena tersebut di tempat‑tempat yang disediakan oleh pemerintah atau lembaga swasta yang tengah melakukan pengamatan atau penelitian.
Jika dilakukan hal tersebut dirasa lebih aman, karena tentu akan ada peringatan dari pihak‑pihak yang bersangkutan.
2. dr Armanto Sidohutomo SpM, dokter spesialis mata
Hal senada juga disampaikan Dokter spesialis mata meminta agar masyarakat tak melihat langsung atau dengan mata telanjang proses Gerhana Matahari pada Rabu (9/3/2016) pagi.
Alasan hal tersebut tak boleh dilakukan karena proses gerhana matahari secara langsung sangat membahayakan mata.
Matahari yang dihalangi bulan akan memancarkan cahaya yang tajam ke arah mata.
“Sama halnya kayak laser kalau diarahkan ke mata, tidak nyeri, tapi bisa mengakibatkan kerusakan makula."
"Bahkan karena cahaya matahari terlalu kuat bisa membakar makula yang merupakan pusat penglihatan yang terletak pada retina mata,” kata dokter spesialis mata, dr Armanto Sidohutomo SpM ketika dikonfirasi SURYA.co.id, Senin (7/3/2016).
Saat mata melihat fenomena berlangsungnya gerhana, mata akan bereaksi seperti melihat dalam kondisi gelap atau redup.
Kelopak mata membuka dan pupil melebar. Saat Bulan bergeser dan Matahari mendadak bersinar lagi, mata kita dalam kondisi pertahanan yang kurang.
Kalau tidak hati-hati, dapat menyebabkan Solar Retinopathy. "Karena cahaya matahari yang tidak tertutup bulan secara penuh menimbulkan risiko kebutaan yang tinggi,” ujar Direktur klinik mata Tritya ini.
Gejala yang dirasakan saat mokula ini mulai terbakar bisa dilihat dengan penglihatan yang menjadi buram, tidak bisa melihat warna dengan jelas dan Metamorhopsia, yaitu melihat garis lurus menjadi bengkok, melihat benda menjadi lebih besar/kecil.
"Kalau memang sudah seperti itu bisa langsung ke dokter, tidak semua gejalanya menimbulkan sakit kepala," ujarnya.
Pada umumnya keluhan terjadi pada kedua mata. Pada sebagian besar kasus, tajam penglihatan dapat kembali normal dalam beberapa bulan, tetapi beberapa pasien mengalami kerusakan permanen tajam penglihatan dan skotoma yang menetap.
Oleh karena itu, menyaksikan gerhana matahari ada tipsnya. Gunakan alat yang dilengkapi filter ultraviolet menjelang dan sesaat sesudah gerhana matahari total.
3. dr Delfitri Lutfi SpM, spesialis mata di RSUD Dr Soetomo
Hal senada diungkapkan spesialis mata di RSUD Dr Soetomo, dr Delfitri Lutfi SpM.
Ia menjelskan Pada gerhana total saat bulan total menutupi matahari dan keadaan gelap gulita memang tidak menimbulkan dampak yang berarti.
Sedangkan pada kondisi hanya sebagian besar (80 persen), terutama pada saat sinar matahari mulai muncul dan bulan bergeser, sinar matahari tersebut sangat kuat dan bisa mengganggu fungsi retina mata.
"Nama medisnya Solar Retinopathy, gejalanya bisa segera atau dalam beberapa jam setelah paparan yaitu penglihatan kabur dan ada bagian yang gelap,” ujarnya.
Iapun menegaskan, pencegahan merupakan hal yang sangat penting. Agar tidak melihat gerhana matahari langsung terutama pada gerhana yang tidak total.
"Bisa memakai kacamata khusus yg disarankan dengan solar filter welder no 14 atau kalau di Indonesia yg lebih mudah dengan filter ND nomor 5,"katanya.