TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur (nonaktif) Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti akan menghadapi sidang putusan kasus korupsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (14/3/2016) siang.
Satu harapan pasangan suami istri jelang detik-detik putusan atas nasibnya, yakni adanya keajaiban berupa vonis tidak bersalah dan bebas sehingga bisa melanjutkan hidup di luar penjara.
"Harapan tertinggi saya adalah agar benar-benar pertimbangan yang arif dari hakim Tipikor. Semoga bebas dan seringan-ringannya," kata Gatot didampingi istri, Evy Susanti, saat menunggu sidang putusan di ruang tunggu terdakwa Pengadilan Tipikor Jakarta.
Gatot mengatakan, dirinya dan istri bersama penasihat hukum sudah berusaha semaksimal mungkin dalam membela diri untuk membantah dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Saksi-saksi meringankan diharapkan menjadi pertimbangan majelis hakim sehingga memutuskan perkaranya secara arif dan bijaksan.
"Yang pasti apa yang kita lakukan sudah maksimal, saksi-saksi sudah menyampaikan semua dan kita pasrahkan semuanya. Dan berharap ada keajaiban," ucapnya.
Meski besar harapan agar divonis bebas, pasangan suami istri ini pun mengaku siap menerima atas putusan yang terburuk dari sang pengetuk palu vonis, yakni divonis bersalah dan dipidana penjara.
Sementara itu, Evy mengakui dirinya sulit menjalani hari demi hari di balik jeruji besi. Ia pun mengakui beberapa hari terakhir sulit untuk tidur mengingat vonis yang akan segera dibacakan oleh majelis hakim.
Meski begitu, kesiapan mental ibu dari dua anak hasil pernikahan dengan Gatot ini mulai terbentuk saat menjalani hari demi hari di penjara.
"Soal kesiapan mental kan beda. Ini kan bukan perkara sehari dua hari. Ini setahun dua tahun. Tapi apapun siap," ucapnya.
Pada sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Gatot dan Evy Suanti atas dua dakwaan. Keduanya didakwa melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dengan sanksi pidana 4,5 tahun penjara dan Evy Susanti dengan 4 tahun serta denda sebesar Rp200 juta subsidair 5 bulan.
Dakwaan pertama, keduanya didakwa menyuap tiga hakim dan seorang panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan sebesar 27 ribu Dolar AS 5 ribu Dolar Singapura bersama-sama pengacara kondang Otto Cornelis (OC) Kaligis dan anak buahnya M Yagari Bhastara Guntur alias Gary.
Tujuan pemberian uang suap tersebut dimaksudkan agar ketiga hakim mengabulkan gugatan dari Gatot melalui OC Kaligis tentang pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut menyelidiki kasus dugaan korupsi Dana Bansos, Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Penahanan Pencairan Dana Bagi Hasil (DBH), dan penyertaan dana ke sejumlah BUMD Pemerintah Provinsi Sumut.
Dakwaan kedua, suami istri tersebut didakwa memberi suap mantan Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella, yang juga Anggota Komisi lll DPR RI periode 2014-2019.
Uang pelicin diberikan dengan harapan Rio Capella menggunakan jabatannya baik sebagai Sekjen Nasdem maupun anggota DPR untuk mempengaruhi pejabat Kejaksaan Agung selaku mitra kerja Komisi lll DPR dan memfasilitasi islah.