Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 7 tahun penjara kepada Direktur Utama PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi.
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan mobil listrik, ini dinilai terbukti melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.
"Menghukum terdakwa Dasep Ahmadi dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan membayar denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan," kata Hakim Arifin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (14/3/2016).
Hakim juga mewajibkan Dasep membayar uang pengganti sebesar Rp 17,1 miliar
Jika dalam waktu 30 hari setelah putusan, uang pengganti tidak dipenuhi, maka harta benda milik Dasep akan disita.
Jika masih belum cukup juga, maka Dasep akan dikenai hukuman 2 tahun penjara.
Usai sidang kepada wartawan, Dasep mengatakan bakal mengajukan banding atas putusan tersebut.
Alasannya mobil modifikasi buatannya itu tidak sepenuhnya gagal, karena tidak terbukti ada kecelakaan.
"Ini perbuatan kejahatan saya tidak bisa menerima kita sudah melakukan yang terbaik. Mobil sudah diuji coba di Bali dan sebagainya tidak pernah ada kecelakaan. Ini saya lihat belum memahami bagaimana riset. Hukumannya berlebihan begitu, kawan-kawan saya meminta banding," kata Dasep.
Sebelumnya diberitakan, vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Dasep dipenjara 12 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
Jaksa juga meminta Dasep membayar uang pengganti Rp28,98 miliar.
Dasep merupakan produsen dari mobil listrik yang pengadaannya berada di Kementerian BUMN untuk keperluan operasional KTT APEC di Bali tahun 2013.
Pada surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) membeberkan bahwa Dasep tidak memproduksi mobil listrik tetapi hanya memodifikasi mobil tersebut.
Selain itu, Dasep juga disebut tidak memiliki Agen Tunggal Pemegang Merek (APTM).
"Bahwa terdakwa tidak memiliki sertifikat keahlian dalam pembuatan mobil listrik, belum mempunyai hak cipta, paten atau merek dalam pembuatan mobil listrik serta belum pernah membuat mobil listrik model executive car sehingga perbuatan terdakwa telah melanggar Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara nomor PER-05/MBU 2008," kata Jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (2/11/2015).
Melalui surat dakwaan, dipaparkan bahwa peristiwa tersebut bermula pada Juli 2012 silam ketika dibentuk panitia nasional penyelenggaraan KTT APEC 2013 di Bali.
Jaksa mengatakan saat itu Menteri BUMN, Dahlan Iskan menjadi Wakil Penanggung Jawab bidang Pelaksana, mengatakan yang mampu membuat kendaraan listrik adalah PT Sarimas Ahmadi Pratama.
Pengadaan mobil listrik itu dimaksudkan untuk kegiatan operasional dalam KTT APEC dengan pembiayaan kegiatan yang dibebankan melalui APBN 2013. Ada tiga BUMN yang ditunjuk sebagai sponsor, yakni PT BRI, PT PGN dan PT Pertamina.
Menurut Jaksa, dalam surat dakwaan, total kendaraan listrik yang direncanakan yaitu sejumlah 16 unit, tetapi Dasep hanya membuat tiga unit, yaitu satu unit elektrik bus dan dua unit mobil listrik eksekutif sementara kendaraan lain telah dirakit tapi tidak dapat beroperasi karena komponennya tak lengkap.
Namun, ternyata Dasep hanya memodifikasi bodi bus yang dibuat PT Aska Bogor dan PT Delma Bogor.
Sedangkan untuk bus listrik, Dasep membeli bus merek HINO kemudian untuk mobil listrik Dasep memodifikasi mobil Toyota Alphard.
"Berdasarkan hasil laporan inspeksi tim Institut Teknologi Sepuluh November tanggal 2 September 2015 sampai dengan 6 September 2015 yang diketuai oleh ahli, M Nur Yuniarto diketahui empat mobil listrik memiliki komponen utama yang lengkap dan terpasang,"
"Dari tujuh bus listrik memiliki komponen utama yang lengkap tetapi BMS belum terpasang dan dapat dijalankan sedangkan enam unit bus tidak lengkap komponen utamanya sehingga tidak dapat dijalankan, enam bus listrik tidak memiliki komponen utama yang lengkap, dua bus listrik hanya memiliki satu komponen utama yaitu motor listrik," kata Jaksa.
Atas perbuatannya itu, Dasep dinilai telah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.