TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemecatan Fahri Hamzah dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak hanya membuat Wakil Ketua DPR itu kecewa.
Keluarganya di rumah kawasan Cibubur dan keluarga besarnya di kampung halaman, Utan, Sumbawa, NTB, mengalami pukulan telak lantaran orang yang dianggap membantu membesarkan PKS justru diberhentikan dari keanggotaan partai.
Bahkan, Fahri lah yang mensosialisasikan PKS ke keluarga besarnya sehingga kini kerap dikenal warga sebagai keluarga PKS. Fahri juga yang mengajak sejumlah warga di kampung halaman untuk bergabung ke PKS.
"Makanya kalau ditanya siapa yang paling kecewa, yah keluarga besar saya itu. Mereka berpikir, 'Kok, kami selama ini sudah berjuang untuk tuk PKS tapi Kamu nggak dianggap'. Sebab, PKS sudah kami anggap partai keluarga kami," ucap Fahri saat ditemui akhir pekan lalu.
Fahri menceritakan, mulanya istrinya, dr. Farida Briani, SpB (K) Onk, tidak mengetahui kabar pemberhentian dirinya dari PKS yang telah terhembus sejak Sabtu (2/4). Itu dikarenakan dirinya jarang menceritakan persoalan internal partai ke keluarga.
Namun, sehari berikutnya sang istri dan keempatnya anaknya mengetahui kabar buruk tersebut karena telah diberitakan di sejumlah media massa.
Selain dari media massa, Fahira yang merupakan dokter bedah itu juga mengetahui pemecatan suami karena banyaknya informasi yang masuk melalui pesan singkat atau SMS di telepon genggamnya. SMS-SMS tersebut berasal dari para istri pengurus DPP PKS yang tergabung di dalam sebuah pengajian internal.
Kabar buruk itu pun sampai hingga ke ayahanda dan ibundanya di kampung halaman, Sumbawa, NTB.
Menurut Fahri, tak seorang pun dari anggota keluarganya itu yang menangis saat mengeyahui kabar buruk tersebut. Sebab, rata-rata dari mereka mempunyai mental yang kuat.
"Kalau keluarga saya itu secara umum memang fighter semua. Saya juga mengajarkan anak-anak menjadi fighter semua. Bapak ibu saya masih hadir, hidup semua. Mereka juga fighter juga. Dan mereka tidak ada sedih sedikit pun," ujarnya.
Justru mereka memberikan dukungan dan meminta Fahri untuk terus melawan secara hukum atas keputusan yang tidak adil dari petinggi PKS itu.
"Mereka justru kasih support, supaya saya maju terus dan berjuang. Karena niat kita menegakkan keadilan. Apalagi, nama partai PKS dulunya Partai Keadilan. Ya sudah, berjuang sampai kita dapat keadilan," sambungnya.
Ia menceritakan, ayah dan ibunya mempunyai karakter berbeda. Namun, keduanya kali ini kompak mendukung saat Fahri dipecat oleh partai dengan cara tidak benar.
"Abah saya sifatnya keras. Ibu saya juga keras tapi dia kalau ke saya lebih sering menasihati. Misalnya sebelumnya, 'Sudah, colling down. Tidak mungkin ada kezaliman yang tidak dibalas oleh Tuhan'. Itu dulu," kata Fahri.
"Tapi, setelah ada masalah ini, tiba-tiba waktu saya telepon, ibu saya bilang, 'Jangan kamu turun, naik terus'. Begitu," sambungnya.
Menurut Fahri, adalah tidak beralasan dirinya dipecat dari partai karena cara bicara atau sopan santun.
Ia menceritakan, istrinya juga sudah mengetahui karakter dan cara bicaranya. Dengan begitu, sang istri tidak pernah menasihatinya untuk meredam caranya berbicara atau mengubah sikapnya.
Dan karakter dirinya itu terbentuk dari keluarga besarnya.
"Mereka melihatnya sudah biasa begitu. Apanya yang mau dirombak? Yah begitu. Kami sehari-hari sama orang tua di rumah sudah biasa debat 'tak, tak, tak'. (Debatnya) keras itu. Itu biasa. Apalagi cewek-cewek yang di rumah saya itu keras semua itu. Bukan anak saya, tapi kakak-kakak dan bibi-bibi saya. Mereka semua garis keras," aku Fahri. Kami sudah biasa begitu. Ini lah keluarga Indonesia. Nggak bisa kita sama-samakan dengan yang lain, nggak boleh begini, nggak boleh begitu. Memang itu keluarga Indonesiamu?" ujarnya.
"Yang penting, kita jangan menghina manusia. Jangan menentang Tuhan. Itu saja. Nasihatnya begitu dr orang tua. Yang lain bebas kita lakukan, tapi jangan menghina manusia dan jangan menentang Tuhan. Itu jadi semboyan keluarga kami," sambungnya.