TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Tito Karnavian bercerita tentang pengalamannya menangani aksi terorisme.
Jenderal Bintang Tiga itu mengaku telah mendalami jaringan terorisme Jamaah Islamiyah sejak 1999.
"Sangat paham karakteristik. Ini kelompok militan, pengalaman saya 30 tahun di reserse. Ini berat militan terorisme. motifnya ideologi," kata Tito saat Rapar Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Jakarta, Rabu (13/4/2016).
Tito mengatakan anggota kelompok teroris siap mati serta terlatih melawan kontra intelejen dan mahir bersenjata.
Sebelum melakukan operasi amaliya atau jihad versi kelompok tersebut, Tito mengatakan mereka harus mengikuti tahapan Idad atau berlatih.
"Itu sifatnya wajib setiap orang untuk berperang, oleh karena itu mereka siap berperang, mereka paham sekali dengan syahid," katanya.
Menurut Tito, syahid dapat terjadi saat eksekusi, pada saat kontak senjata dan tertembak oleh petugas.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu melihat dan mengalami sendiri pada saat bom di Hotel Ritz Carlton tahun 2009.
"Semuanya lah kedubes mobil diparkir disana sebetulnya bisa ditinggal, tapi mereka meledakkan diri. Semua ransel bisa dipilih, tapi ranselnya meledak dengan dirinya senidri. bagi mereka bisa langsung masuk surga, kontak senjata juga. kontak senjata dan tertembak mati bagi mereka itu syahid," ujarnya.
Tito juga memiliki pengalaman saat menangkap teroris Iwan Rois di Darmaga Tahun 2004.
Iwan ditangkap hidup-hidup saat membawa dua senjata dan dua bom
"Nangis keras, kenapa nangis? Kehilangan momentum masuk surga, momentum melawan tugas itu momentum yang dicari. itu di cari sama mereka. itu sudah saya bilang, jangan itu masuk neraka kalau bunuh diri," imbuhnya.