TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur, Maruli Hutagalung mengaku sadar upayanya kembali menetapkan Ketua PSSI La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka dalam dugaan korupsi bantuan sosial akan mendapat perlawanan seperti sebelumnya.
Namun, mantan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) itu bersikeras menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) baru atas nama La Nyalla agar kasus ini dapat diperiksa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
"Pasti ini dipraperadilan lagi, tapi sampai kapan pun saya akan tetap mengeluarkan surat perintah penyidikan," kata Maruli Hutagalung saat dihubungi, Rabu (13/4/2016).
Meski demikian, Maruli yakin Spridik baru yang dia keluarkan telah sesuai prosedur hukum.
Walau putusan Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan kasus La Nyalla tidak dapat dilanjutkan.
"Bukti kan tidak bisa batal. Nah, kemarin bukti kami tidak pertimbangkan oleh hakim praperadilan. Kami sudah punya lebih dari dua alat bukti, tapi dalam persidangan tidak dipertimbangkan oleh hakim," katanya.
Menurut Maruli, jika La Nyalla tidak kembali ditetapkan sebagai tersangka maka semua kasus korupsi akan bernasib serupa dengan pengembangan dugaan penyelewengan dana bantuan sosial Jawa Timur.
"Lalu apa gunanya nanti pengadilan Tipikor ? Jadi berkas belum sampai Tipikor, sudah selesai di praperadilan. Kalau ini saya tidak keluarkan sprindik lagi, perkara ini selesai," ujarnya.
Sebelumnya, ketua Umum PSSI, La Nyalla Mattalitti ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada Rabu (16/3/2016).
La Nyalla yang juga Ketua Pemuda Pancasila (PP) Jatim diduga terlibat dalam kasus korupsi di tubuh Kamar Dagang Industri (Kadin) Jawa Timur.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada 10 Maret 2016 kembali menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (umum) No. Print 256/0.5/Fd.1/03/2016 tanggal 10 Maret 2016 perihal penyidikan perkara tindak pidana korupsi penggunaan dana hibah pada Kadin Provinsi Jawa Timur tahun 2016 untuk pembelian saham initial public offering (IPO) Bank Jatim.
Kasus dana hibah yang merugikan negara sebesar Rp 48 miliar itu sebenarnya sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan dua pengurus Kadin Jatim sudah divonis di Pengadilan Tipikor.
Namun, Kejati Jatim mengembangkan kasus tersebut karena menemukan fakta bahwa dana tersebut digunakan untuk membeli saham publik di Bank Jatim sebesar Rp 5,3 miliar.
Menanggapi penetapannya sebagai tersangka, La Nyalla mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Hakim Fernandus yang memimpin persidangan pada Selasa (12/4) menerima permohonan La Nyalla dan menyatakan bukti dalam kasus tersebut tidak sah.
Berselang kurang dari 12 jam, Kejati Jawa Timur kembali mengeluarkan Sprindik baru yang kembali menetapkan La Nyalla sebagai tersangka.