TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kru Kapal Tunda Brahma 12, Alvian Elvis menceritakan saat-saat kapalnya dibajak kelompok Abu Sayyaf.
Saat itu, Alvian sedang bertugas jaga di dek kapal dan melihat gerak-gerik kapal mendekat dari kejauhan.
"Kira-kira sekitar pukul 15.00 sampai 15.20, itu pas jam jaga saya sebagai perwira jaga di atas. Saya udah lihat ada perahu dari jauh," ujar Alvian di kediamannya di Jalan Swasembada Barat 17 nomor 25, Selasa (3/5/2016).
Alvian merupakan satu dari 10 ABK yang dibebaskan Abu Sayyaf.
Saat kapal semakin mendekat, ia kemudian menghubungi kru lainnya yakni masinis III dan kapten Kapal.
Alvian kemudian bertanya kepada kaptennya tindakan apa yang harus dilakukan.
Beberapa menit berselang, ia melihat sejumlah orang di kapal tersebut menggunakan seragam kepolisan Filipina (PNP).
Ia tidak menyangka jika yang mendekat adalah pembajak yang sering beroperasi di perairan Tawi-tawi.
Sebab awalnya ia mengira jika mereka ada polisi sungguhan yang hendak meminta air minum.
"Makanya kita pas lihat mereka itu pertamanya mereka pakai kaos PNP (Police National Philipine). Pas pertama lihat, saya kira polisi , karena di tengah laut mungkin mau minta air," katanya.
Betapa kagetnya Alvian begitu Kapal berhimpitan, gerombolan orang yang mengenakan kaos polisi tersebut mengeluarkan senjata laras panjang.
Salah seorang dari mereka kemudian memerintahkan untuk mematikan mesin kapal. Karena membawa senjata kapten kapal pun akhirnya mematikannya.
"Jadi, pas mereka merapat langsung keluar semua senjata. Disuruh stop mesin. Mereka masih di samping, dikasih kode kapal untuk berhenti, kita ikuti berhenti," katanya.
Begitu naik ke TB Brahma 12, pembajak yang jumlahnya kurang lebih delapan orang tersebut langsung menodongkan senjata. Mereka lalu memanggil seluruh kapal, termasuk mereka yang berada di ruang mesin dan ruang istirahat. Setelah dikumpulkan seluruh ABK di borgol.
Delapan orang dibariskan, sementara ia dan kapten kapal di dekat kemudi, karena pembajak tidak dapat mengoperasikan kapal. Alvian mengatakan saat itu ia meminta kepada salah seorang pembajak untuk tidak memborgol ABK. Alvian memberikan jaminan jika seluruh kru kapal tidak akan bertindak macam-macam termasuk menceburkan diri ke laut. Pembajak akhirnya percaya dan melapaskan ikatan borgol.
"Kita kasih kepercayaan, kalau begitu kita lepas, tapi saya minta jangan ada yang lari. Kalau ada satu yang lari, kena tembak, sembilan lainnya juga akan sengsara," ujar Alvian menirukan jawaban pembajak.
Menurut Alvian dari perairan tawi-tawi pembajak kemudian mengarahkan kapal ke sebuah Pulau. Ia dan 9 ABK lainnya kemudian di masukan ke dalam hutan. Selama penyanderaan ia beberapa kali berpindah tempat, terutama saat tentara filipina mendekat.
Selama di dalam hutan menurut Alvian, para pembajak tidak berlaku kasar. Makan dan tidur pun tidak dibedakan antara pembajak dengan sandera. Kadang menurutnya ia memakan ikan atau mi istan.
"Kadang mie instan, mereka dapat pasokan dari penduduk. Karena sebagain penduduk mendukung mereka ," pungkasnya.