Laporan Wartawan Tribunnews.com, Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Sipil Antihukuman Mati mendatangi Kantor Staf Kepresidenan, Senin (16/5/2016).
Direktur Program Imparsial, Al Araf, mengatakan kedatangannya dalam rangka meminta Pemerintah menghentikan rencana eksekusi mati.
"Hari ini koalisi sipil antihukuman mati bertemu dengan staf dari KSP, Pak Ifdal Kasim, dengan tuntutan koalisi meminta pemerintah menghentikan langkah eksekusi mati karena beberapa alasan," ujar Al Araf usai melakukan pertemuan, Jakarta, Senin (16/5/2016).
Menurut Al Araf, penerapan eksekusi mati belum bisa dilakukan disaat sistem peradilan masih penuh praktik korupsi.
"Kami menganggap kalau eksekusi mati dilakukan dalam sistem peradilan yang masih bobrok, maka menjadi sangat sulit untuk dikoreksi jika suatu saat nanti ternyata eksekusi yang dilakukan itu diterapkan pada orang yang salah. sementara hukuman mati kalau sudah dieksekusi tidak bisa dikoreksi," kata Al Araf.
Al Araf mengatakan masih adanya proses hukum yang tidak adil atau unfair trial terhadap tersangka kasus kejahatan luar biasa, sehingga hukuman mati belum layak diterapkan.
ia mencotohkan kasus Zulfikar Ali seorang Warga Negara Pakistan yang mengalami proses dugaan rekayasa.
"Artinya ada beberapa kasus yang dalam proses hukumnya mengalami proses yang unfair trial sehingga tidak layak dilakukan eksekusi. Sama seperti kasus Mary Jane yang juga prosesnya bermasalah," ujar Al Araf.
Persoalan lain yang menurutnya hukuman mati belum bisa dilaksanakan di Indonesia karena hukuman mati belum bisa menurunkan angka kejahatan, misalnya narkoba.
Selain itu, Al Araf menilai hukuman mati tidak cocok diterapkan di negara yang menganut sistem demokrasi.
Karena, dalam sistem demokrasi tujuan pemidanaan bukan lagi sebagai bentuk balas dendam, melainkan sarana koreksi sosial.